REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH--Para pengacara, ahli syariah, dan cendekiawan Arab Saudi meminta Dewan Syariah negara itu untuk mengharamkan praktik kawin kontrak. Termasuk di dalamnya, kata mereka, adalah apa yang diklasifikasikan sebagai "pernikahan wisata" -- praktik yang jamak dilakukan para pria Saudi yang bepergian ke luar negeri dan menikahi perempuan untuk jangka waktu tertentu.
Sebuah perkawinan wisata khas biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (bahkan kadang-kadang hanya berkisar beberapa hari) dan bertujuan mendapatkan kesenangan seksual belaka. Pernikahan model ini tak pernah diatur dan dibenarkan menurut empat mazhab hukum Islam, sehingga perkawinan jenis ini merupakan hal ilegal.
Pengacara Rayan Mufti bahkan menyebut perkawinan wisata sebagai "prostitusi disahkan". Pernikahan model ini sangat populer di kalangan orang-orang yang ingin melakukan perzinahan dengan lisensi.Dan merujuk pada empat mahzab, ini adalah ilegal, "katanya.
Ia menyebut pernikahan jenis ini tak lebih dari sebuah bentuk pencabulan belaka. "Ini benar-benar percabulan karena perkawinan ini dirancang hanya untuk kesenangan seksual tanpa tanggung jawab perkawinan yang tepat," tambahnya.
Mufti mengatakan perkawinan seperti itu sangat berbahaya bagi perempuan yang diperlakukan seperti komoditas. "Juga berbahaya bagi anak-anak yang mungkin lahir karena mereka lebih sering berakhir tanpa ayah . Perempuan harus waspada dan tidak menganggap pernikahan ini benar. Anak-anak lahir dari pernikahan model ini juga tidak sah," tambahnya.
Sementara peneliti Islam Abdullah Al-Jifin menyebut pernikahan sementara tak memiliki akar syariah. "Para pelaku perkawinan wisata yang disebut yang dimaksudkan untuk mengakhiri hubungan setelah periode waktu tertentu dan ini haram hukumnya," katanya.
"Pria yang melakukan perjalanan ke luar negeri selama akhir pekan, menikah pada malam Rabu dan perceraian pada hari Jumat sebelum naik pesawat pulang tengah melakukan dosa. Bagaimana pernikahan yang baik hanya berlangsung selama 72 jam "katanya sambil menambahkan," Ini bukan pernikahan. "
Saleh Al-Daboul, profesor sosiologi kriminal di King Fahd Keamanan College di Riyadh, mengatakan banyak masalah sosial berakar dari perkawinan seperti itu. "Suami sering meninggalkan istri dan anak-anak di belakang tanpa peduli untuk mereka," katanya, menambahkan bahwa ada banyak anak-anak dari perkawinan seperti luar negeri yang ayahnya bahkan tidak mau mengakui mereka sebagai milik mereka.
Ali Al-Hamdan, Duta Besar Saudi untuk Yaman, juga menggambarkan pernikahan wisata sebagai "percabulan disahkan" dan menyalahkan fatwa aneh yang dikeluarkan oleh beberapa sarjana untuk fenomena tersebut. "Banyak gadis-gadis muda Yaman jatuh ke dalam jenis hubungan haram karena kemiskinan yang ekstrem. Mereka kemudian datang ke kedutaan mencari bantuan untuk menemukan suami Saudi mereka," tambahnya.
Abdul Rahman Khayyat, Duta Besar Saudi untuk Indonesia, mengatakan bahwa kedutaan tidak bisa berurusan dengan wanita yang tidak mempunyai dokumen yang tepat membuktikan mereka menikah dengan laki-laki Saudi.
Ali Al-Hanaki, penasihat dengan Awasir, sebuah organisasi yang peduli untuk keluarga yang ditinggalkan oleh Saudi di luar negeri, mengatakan sedikitnya ada 596 keluarga dengan 1.602 anggota Saudi terdampar di luar negeri, antara lain merupakan korban pernikahan jenis ini.