Jumat 09 Apr 2010 21:07 WIB

Proses Cepat yang Melumat Peradaban

Red: irf
ilustrasi
ilustrasi

Oleh Imam Nur Suharno MPdI

Suatu hari, para pembesar Quraisy menggelar rapat khusus. Pasalnya, salah seorang wanita Quraisy dari Bani Makhzum telah mencuri. Antara panik dan resah karena takut kasus ini terekspos ke publik, mereka pun berpikir keras. Siapa orang yang bisa melobi Rasulullah SAW untuk mempetieskan kasus ini. Pilihan pun jatuh ke Usamah bin Zaid.

Usamah bergegas menemui Rasulullah SAW dengan sangat hati-hati dan penuh harap. Pemuda kesayangan Nabi SAW itu mengungkapkan maksud kedatangannya. Intinya, ia meminta hak khusus agar Nabi SAW tidak memidanakan kasus ini. Paham akan kedatangan Usamah, Rasulullah SAW menjadi merah wajahnya. Beliau menahan marah luar biasa. Lalu, Rasulullah SAW berdiri seraya berkata, "Sesungguhnya, yang telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu adalah (sikap tercela mereka). Apabila yang mencuri itu adalah orang terpandang di antara mereka, mereka membiarkannya. Namun, apabila yang mencuri itu adalah orang yang lemah, mereka menegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, andai Fatimah, putri Muhammad, mencuri niscaya aku potong tangannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menggambarkan ketegasan Rasulullah SAW dalam masalah hukum. Tegas dalam menegakkan supremasi hukum, tanpa pilih kasih, tanpa pandang bulu, atau tebang pilih siapa pun pelakunya. Hukum harus bersih dari intervensi kepentingan siapa pun. Sistem birokrasi pun harus bersih dari unsur keluarga dan kekerabatan.

Tegaknya supremasi hukum akan melahirkan kepastian. Kepastian akan yang benar dan salah. Dari keseharian, kita sering kali menyaksikan keadilan masih berpihak kepada orang-orang yang terpandang. Sementara itu, kaum yang lemah sering kali terpinggirkan, bahkan menjadi bahan uji coba perundang-undangan.

Persoalan sederhana ditangani secara berlebihan. Yang seharusnya diselesaikan menurut ukurannya justru menjadi besar dan luas hanya karena tidak mampu menempatkan persoalan secara proporsional. Sementara itu, persoalan yang besar justru seakan-akan hilang begitu saja.

Oleh karena itu, keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas. Maksudnya, tidak berpihak, kecuali pada kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Allah SWT menegaskan, "Hai, orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan, janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Almaidah [5]: 8). Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement