Jumat 19 May 2023 16:46 WIB

Bandingkan Muhammadiyah dengan Malaysia, Thomas Djamaluddin: Wujudul Hilal Kriteria Usang

Thomas Djamaluddin ajak Muhammadiyah menuju ke kesatuan umat Islam Indonesia..

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
 Wujudul Hilal Kriteria Usang, Thomas Djamaluddin Bandingkan Muhammadiyah dengan Malaysia. Foto: Thomas Djamaluddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wujudul Hilal Kriteria Usang, Thomas Djamaluddin Bandingkan Muhammadiyah dengan Malaysia. Foto: Thomas Djamaluddin

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA —  Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin mengatakan, dirinya memang menyebut kriteria wujudul hilal (WH) sebagai kriteria usang. Namun, kritik itu bukan untuk menghina atau merendahkan Muhammadiyah.

“Tetapi, sekadar menunjukkan fakta bahwa kriteria WH sudah lama ditinggalkan oleh ormas atau negara lain,” kata Thomas dalam keterangannya kepada Republika, Jumat (19/5/2023). 

Baca Juga

Dia mencontohkan, beberapa organisasi masyarakat, seperti Persis, lalu Malaysia dan banyak negara lain sudah lama meninggalkan metode tersebut. “Arab Saudi masih menggunakan kriteria WH untuk kalender Ummul Quro, tetapi sekadar sebagai kalender sipil, bukan kalender ibadah. Untuk penentuan waktu ibadah, Arab Saudi menggunakan rukyat murni,” kata dia.

Menurut Thomas, alasannya mengkritisi metode tersebut hanya sebatas ajakan kepada Muhammadiyah untuk menuju kesatuan umat dalam bingkai persatuan Indonesia. Apalagi, hal itu dia sebut sejalan dengan perintah QS 3:103 untuk tidak berpecah belah.

“Dan sesuai juga dengan nilai-nilai sila ketiga Pancasila “Persatuan Indonesia”. Terkait dengan kebebasan menjalankan ibadah pada Pasal 29 UUD, konteksnya peribadahan yang berbeda agama seperti juga diajarkan dalam QS 109:1-6,” ujar dia.

Dia menjelaskan, dalam konteks kebebasan dalam menjalankan ibadah dalam suatu agama, masih dimungkinkan untuk saling mengingatkan. Khususnya, dengan perintah amar makruf nahi munkar atau menyuruh yang baik dan mencegah yang keliru.

Sebab itu, dia menekankan, perdebatan yang ada di media sosial Facebook awalnya tidak bisa disebut diskusi. Thomas mengatakan, Facebook sebagai awal mula percekcokan tidak bisa menjadi media diskusi mengingat fungsinya hanya sebagai media pertemanan.

“Kasus komentar APH di Facebook, di luar kendali saya. Apalagi, saat itu (21-22 April 2023, Red) saya sedang persiapan Idul Fitri dan mudik, jadi tidak membuka Facebook. Di dalamnya juga banyak komentar yang tidak saya ketahui yang sudah dihapus pemilik akun Aflahal,” kata dia.

Dalam penjelasannya, debat di Facebook beberapa waktu lalu yang menyeret dia berbeda dengan ajang diskusi yang memiliki moderator. Karena itu, semua orang di dalam forum daring itu dia sebut bebas menyatakan pendapat, suka maupun tidak.

“Karena tujuan media sosial saya untuk edukasi publik. Kadang diskusi tidak terhindarkan. Saya sebagai pemilik akun tidak bertindak sebagai moderator. Semua diskusi mengalir begitu saja di antara pengguna Facebook,” tutur dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement