Senin 05 Jun 2017 11:43 WIB

Keanggunan Tradisionalisme di Tengah Keangkuhan Modernitas

Tim Tidim LDNU
Foto: Dok. LDNU
Tim Tidim LDNU

Oleh: Muhammad Qodar Syahidin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Begitu menginjakkan kaki di Bandara Hong Kong, Senin, pukul 21.30 waktu setempat, nuansa kota metropolitan sudah terasa. Tampak terlihat moda trasnportasi dari berbagai maskapai penerbangan internasional, desain arsitektur bandara yang serba high class,  belum lagi interior ruang yang menyuguhkan ornament futuristic.

Orang-orang hilir mudik dengan tergesa menandakan agenda yang ada berkejaran dengan waktu yang tersisa, jelaslah beda antara bandara Hong Kong dengan desa saya di Cileungsi, Bogor. Tapi bukan itu yang membuat saya terpesona, toh bandara saya kira hampir sama di tiap negara, semisal,  Bandara Soekarno-Hatta, Changi International Airport, Malaysia International Airport, dan bandara internasional lainya.

Hampir tidak ada bedanya dengan Hong Kong International Airport. Yang menarik justru terletak pada Human Relationship-nya, dan itu ditunjukkan oleh orang-orang Indonesia yang ada di Hong Kong.  Betapa tidak?

Ketika, memasuki loket imigrasi. Ada kejadian yang mungkin dialami banyak orang yakni diperiksa lebih lama. Ustaz Saepulloh yang terpisah denga kami masih sendirian tanpa Ustaz Taufik dan Ustaz Munir.

Kami jadi khawatir beliau ada masalah di imigrasi. Betul saja! 30 manit, 45 menit, satu jam bahkan 1,5 jam kami menunggu, barulah setelah dikontak Ika, Sekretaris LazisNu Hong Kong. Pihak Imigrasi membebaskan keduanya dengan jaminan dari Mbak Ika.

Subhanallah! Baru juga kami merasa lega, tiba-tiba dengan wajah kecewa Ustaz Taufik memperlihatkan paspornya hanya distempel sampai 9 Juni, padahal kami berlima sudah dibekali tiket PP itu tertanggal 29 Mei dan 29 Juni.

Sontak kami pun merasakan kekecewaan yang sangat mendalam, mengingat kejadian serupa pernah terjadi oleh team dakwah sebelum kami yang diberangkatkan oleh Radiks Training and Consulting pimpinan KH.Wahfiudin, SE, MBA.

Di saat kami berembug tentang masalah tersebut, tiba-tiba Ustaz Taufik membetulkan letak kacamatanya sambil mengernyit untuk memastikan stempel tersebut. Dia mengatakan dengan ekspresi dingin/

“Mbok ya kalau ada berita harus tabayyun dulu tho, lha ini betul stempelnya sampai tanggal 9 Juni, tapi kan ini tahun 2016 waktu tahun kemarin safari dakwah di Malaysia!” oalaaaaah!!! Sontak kami pun memukuli dia beramai-ramai! Hadeeeeuh…Orang NU emang ga bisa ya kalau tanpa humor?! Hehe…

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement