Rabu 15 Jun 2016 04:51 WIB

Perda Syariah, Betawi, dan Kepalsuan Media Sosial

 Petugas Satpol PP merazia sejumlah gelandangan dan pengemis di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).  (Republika/Yasin Habibi)
Warga melintas diantara puing sisa bangunan di kawasan kampung tua Betawi, Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara , Selasa (5/3).(Republika/Tahta Aidilla)

Tak hanya menyebut soal agenda setting, Abdul Hadi kemudian mencontohkan salah satu sosok masyarakat yang paling terkena dampak sikap peyoratif terhadap ajaran Islam. Dalam hal ini dia kemudian menunjuk pada sosok masyarakat dan budaya Betawi yang kini terasing di tanahnya sendiri.

"Mereka dahulu aman, nyaman, dan tenteram menjalankan budaya dan ajaran agamanya, yakni agama Islam. Namun, tiba-tiba karena situasi zaman yang berubah, dia kesulitan menjalankannya karena datang ‘orang lain’ di tanah Betawi. Celakanya, si pendatang itu tak menghormati atau menganggap penting budaya dan kepercayaan yang punya kampung. Karena mereka jumlahnya sangat banyak dan tak ada yang melindungi, maka Betawi pun tersingkir," katanya.

Maka, Jakarta yang sebenarnya kampungnya orang Betawi berubah total. Semakin hari jejak pemiliknya sama sekali tak tampak. Jakarta melupakan asal usulnya.

"Anehnya, ketika kini masih terdengar suara azan atau orang mengaji, maka itu malah akan dilarang. Padahal, dari dulu Jakarta ya seperti itu. Orang asli itulah yang justru harus menyesuaikan ‘seleranya’ oleh kaum pendatang. Ini jelas tidak adil, bukan?" katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement