Ahad 17 May 2015 19:55 WIB
Kontroversi Nada Membaca Alquran

Kiai Slamet: Bacaan Alquran dengan Langgam Daerah Bidah Kebudayaan

Rep: c93/ Red: Agung Sasongko
Jamaah tengah membaca Alquran
Foto: Antara
Jamaah tengah membaca Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf mengungkapkan, tilawah Alquran yang disesuaikan dengan langgam daerah akan memperkaya Umat Islam. Ini karena, pelaguan dalam pembacaan Alquran, tidak ada standar atau ketetapan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

 

Baca Juga

“Semua yang berkaitan dengan jenis huruf yang dipakai, lagu yang digunakan atau jenis-jenis bacaan, itu semua adalah kreasi dari para ulama-ulama dahulu. Dan itu berarti merupakan bidah kebudayaan,” kata Kiai Slamet kepada ROL, Ahad (17/5).

Menurut Kiai Slamet, bidah kebudayaan tersebut semakin memperkaya Islam. Sehingga, Islam tidak dipahami semata-mata teks formal. Tetapi, Islam juga didalami dengan hal-hal yang sifatnya rasa.

 

“Karena itu para ulama atau pun para Wali zaman dulu, mereka mengubah lagu puji-pujian dengan bahasa lokal dikolaborasikan dengan bacaan Arabi yang berbau Timur tengah. Makanya jangan dulu ngomong ini bidah dolalah. Malahan, menurut saya ini bidah sosial yang harus dianjur-anjurkan,” tambahnya.

 

Sebelumnya, dalam sebuah acara, stasiun televisi negara menayangkan qari membaca Alquran dengan langgam Jawa. Tampak Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin serius mendengarkan cara qari membacakan surat An-Najm ayat  1-15.

 

Menang memaparkan Kekayaan langgam bacaan Alquran uran khas nusantara yang dimiliki bangsa Indonesia memperkaya khazanah qiraah kita. kita perlu menunjukan kepada dunia bahwa sesunguhnya kita memiliki kekayaan yang terkait dengan Alquran, tidak hanya pada iluminasi Al-Quran atau penulisannya tapi qiraah-nya juga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement