Jumat 14 Nov 2014 20:54 WIB

Haji Perspektif Syariah, Tarekat, Dan Hakikat (14)

Jamaah haji wukuf di Padang Arafah.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Jamaah haji wukuf di Padang Arafah.

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Sebelum penciptaan langit dan bumi yang berbentuk jasmani, Arsy berada pada hal-hal yang bersifat rohani dari akal dan jiwa, jika yang dimaksud dengan air adalah air lahiriah menurut pendapat ahli tafsir.

Mereka mengatakan bahwa Arsy dan air, pada awalnya tidak ada peran tara dan kehampaan di antara keduanya, maka bisa dikatakan bahwa Arsy berada di atas air. Air di sini juga sebagai isyarat pada materi universal yang dianalogikan dengan air, jika dihubungkan dengan jiwa universal yang berada di atasnya beberapa tingkatan.

Setelah menunaikan kedua haji di atas, maka haji menurut kelompok ini diibaratkan dengan bertujuan atau bertawajjuh dengan perjalanan spiritual menuju hati insan kabir (manusia besar) yang merupakan baitullah yang teragung. Ia disebut juga dengan al-bayt al-ma’mur atau hadharat al-Quds, atau jiwa universal. Ber-tawajjuh menurut ahli tarikat dan hakikat tidak identik dengan ulama fi kih.

Penjelasan manasik haji kita di Tanah Air secara umum masih lebih menekankan aspek fikih yang memperkenalkan Ka’bah sebagai satu kenyataan fisik. Belum banyak diperkenalkan makna-makna spiritual simbol-simbol haji.

Model manasik haji secara komperhensif dengan melibatkan pembahasan makna spiritual di balik rangkaian panjang tradisi pengamalan haji sangat diperlukan guna menggapai kemabruran haji.

Ka’bah sebagai miniatur al-‘Arasy dan al-Bait al- Ma’mur dan Ka’bah Shuri dan Ka’bah Ma’nawi sudah dibahas di dalam artikel terdahulu. Dalam artikel ini akan dibahas apa itu tawajjuh dan bagaimana ber-tawajjuh kepada Ka’bah dalam sejumlah ibadah.

Tawajjuh secara harfiah berarti menghadapkan muka ke arah kiblat. Dalam berbagai jenis shalat diharuskan menghadap atau ber-tawajjuh kepada kiblat. Berwudhu, menguburkan mayat, dan menyembelih binatang (udhhiyat) juga diharuskan menghadap ke kiblat. Dalam urusan fikih sudah dijelaskan makna dan dasar hukum menghadap ke Kiblat.

Dalam perspektif tarekat dan hakikat menghadap ke Kiblat lebih popular dengan istilah tawajjuh, yaitu suatu sikap batin di mana setiap orang harus selalu menghadapkan raga, pikiran, dan jiwanya hanya kepada Allah SWT yang disimbolkan kepada Ka’bah atau Baitullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement