Oleh: Hafidz Muftisany
Imam Ahmad saat ditanya hukum orang yang junub lantas berbekam, mencukur rambut, memotong kuku, dan mewarnai rambutnya, beliau menjawab, “Tidak mengapa.”
Ibnu Taimiyah menegaskan, tidak ada satu pun dalil yang memakruhkan orang yang junub memotong rambut dan kukunya. Malah, dalam beberapa riwayat, Nabi SAW menyuruh orang yang baru masuk Islam untuk memotong rambut dan berkhitan tanpa mandi.
“Buanglah darimu rambut yang tumbuh (selama kamu kafir), kemudian berkhitanlah.” (HR Imam Ahmad dan Abu Daud).
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW hanya menyuruh orang yang baru memeluk Islam untuk berkhitan dan memotong rambutnya. Tidak ada penjelasan Nabi meminta orang itu mandi sebelum atau sesudah memotong rambut dan berkhitan. Hal ini menunjukkan memo tong rambut dan berkhitan tidak terkait lang sung dengan mandi untuk kesucian.
Dalam kitab Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, az- Zuhaili menulis, “Tidak makruh dalam pandangan mazhab Hambali bagi seseorang yang junub atau dalam keadaan haid atau nifas menggunting rambutnya, kukunya sebelum mandi.”
Dalam Fikih Ala al-Mazahib al-Arba’ah disebutkan, secara umum, bagi wanita yang dalam ke adaan junub yang dilarang untuk dikerjakan adalah amalan yang membutuhkan wudhu sebagai prasyarat. Seperti, shalat wajib dan shalat sunah. Saat memotong kuku dan rambut, ia tidak diharuskan berwudhu terlebih dahulu. Sehingga, diperbolehkan melakukannya bagi orang yang junub.
Pengertian jika seorang junub maka seluruh tubuhnya adalah najis juga dikritisi para ulama. Tidak ada anjuran untuk segera mandi jinabah bagi mereka yang junub. Yang ada adalah anjuran untuk mandi jinabah jika hendak mengerjakan shalat atau membaca Alquran.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah bah wa sanya Nabi SAW pernah berdiri untuk memimpin shalat jamaah. Tiba-tiba, beliau SAW teringat bahwa beliau junub dan belum mandi. Kemudian, segera pergi mandi dan melaksanakan shalat. (HR Enam Perawi Hadis Utama kecuali Imam Tirmidzi).