Ahad 30 Aug 2015 12:32 WIB

Siapakah yang Paling Berat Cobaannya?

Musibah erupsi gunung berapi di Indonesia (ilustrasi).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Musibah erupsi gunung berapi di Indonesia (ilustrasi).

Oleh: Lu Rusliana

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?" Beliau SAW menjawab: "Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun." (HR Bukhari).

Hadis di atas menunjukkan bahwa kadar cobaan berupa musibah yang diberikan Allah SWT itu bertingkat. Semakin tinggi tingkat keimanan, semakin berat ujian yang dialami. Sejatinya cobaan itu merupakan proses penguatan iman dan ketakwaan. Maka, bersabarlah dan terimalah dengan segala keikhlasan apa yang terjadi. Tidak perlu segala cobaan itu disikapi berlebihan. Tafakuri dan temukan hikmah dari setiap ujian.

 

Sikap ikhlas atas kehendak-Nya dan menafakuri apa yang dialami, akan memberikan pengalaman spiritual yang luar biasa dan menjadi bekal dalam menjalani kehidupan. Kehidupan adalah sekolah, nilainya ditentukan seberapa hebat tingkat kesabaran, keikhlasan, keimanan, dan ketakwaannya. Tidak ada sesuatu pun yang tak bernilai, semuanya memiliki tujuan. Dan bagi mereka yang mampu mengambil pelajaran, kemuliaan hidup yang akan didapatkan.

Apabila saat ini kondisi ekonomi terasa sangat berat, rupiah yang terpuruk hingga nilai tukarnya terhadap dolar AS mencapai Rp 14 ribu, tetaplah bersyukurlah. Sebab, Indonesia masih aman, jauh dari kondisi perang. Bisa dibayangkan, dalam kondisi perang, bukan hanya mahal, tapi kehidupan menjadi sulit.

Apabila kita tengah menghadapi kebangkrutan usaha, utang menggunung, tetaplah berusaha dan bersyukur karena Allah tidak membangkrutkan iman dan ketakwaan kita. Bangkrut di dunia ini lebih baik daripada bangkrut di akhirat nanti.

Apabila ada salah satu anggota keluarga kita yang sedang sakit, kecelakaan, atau bahkan meninggal, ikhlaslah dan sadari bahwa tak ada sesuatu pun di dunia ini yang bukan atas kehendak-Nya. Tak ada sesuatu apa pun yang luput dari pengetahuan-Nya. Kehidupan dunia ini sesungguhnya ladang amal saleh, mengumpulkan bekal untuk kehidupan abadi kelak.

Apabila kita tengah dilanda musibah, anak tidak bisa diatur karena kenakalannya, atau sedang ingin memiliki anak, sudah belasan tahun belum juga diamanahi oleh-Nya, tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Doa dan ikhtiar jangan kendur, terus berusaha dan percayakan bahwa Tuhan akan memberikan kita apa yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.

Ujian dan cobaan di dunia merupakan keniscayaan, siapa pun tidak bisa menghindarinya. Ibarat pelangi yang menjadi warna-warni kehidupan. Dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 155 disebutkan, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."

Sabar dan bijak dalam menghadapi cobaan dari Allah tidak mudah untuk dilakukan. Ikhlas menerima ketentuannya, akan memberikan kekuatan jiwa dan pahala. Dalam surah az-Zumar ayat 10 disebutkan: "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

Penyakit, kesulitan hidup, kehilangan orang yang paling disayangi, dan bencana merupakan bagian dari skenario indah Tuhan untuk menaikkelaskan derajat kita. Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah segala sesuatu yang menimpa orang beriman dari kesusahan, sakit, kegundahan, kesedihan dan gangguan, hingga duri yang menusuknya, kecuali Allah menggugurkan kesalahannya dengan semua itu."

Wallahu'alam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement