Sabtu 15 Jul 2017 07:55 WIB

Pejabat Pelopor Ibadah

Ibadah/ilustrasi
Foto: wordpress.com
Ibadah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada satu pagi di Alun-Alun Kabu paten Batang, Jawa Tengah, Bupati Yo yok Riyo Sudibyo berbicara di depan lingkungan sekretariat daerah setempat. Saat apel itu, Yoyok melontarkan pertanyaan seputar shalat. Pertama, shalat butuh wak tu berapa menit? Pertanyaan ini dijawab beragam, ada yang menyampaikan lima menit, empat menit, dan bahkan tiga menit. Pertanyaan kedua, jika ba pak/ibu dipanggil bapak Sekre taris Daerah (Sekda) butuh waktu lama tidak? Jawabnya 'secepatnya'.

Ketika pertanyaan disam pai kan lagi dengan tingkatan wakil bupati hingga bupati yang memanggil, jawabannya juga se rupa. Secepatnya. Pertanyaan ter akhir lantas disampaikan bu pati. Kalau bapak ibu dipang gil Azan secepat panggilan bupati tidak? "Ketika pertanyaan terakhir ini saya sampaikan, peserta apel justru tertawa," ujarnya. Tidak lama setelah berpidato, Yoyok menerbitkan surat edaran bupati nomor 800/SE/2045/2015.

Surat itu berisi imbauan untuk shalat berjamaah tidak hanya ke pada aparatur sipil negara (ASN) Muslim. Surat tersebut pun di sampaikan kepada TNI dan Polri, perusahaan swasta hingga rumah sakit dan Puskesmas.Yoyok yakin surat edaran ini penting diterbit kan sebagai imbauan agar para pegawai Muslim berdisiplin da lam menunaikan kewajiban shalatnya.

Menurut Yoyok, jika de ngan kewajiban shalat saja mere ka disiplin, kewajibannya sebagai aparat sipil pemerintah di Kabu paten Batang juga akan terlaksana. Dengan kewajiban ini, ia juga ingin seluruh masjid yang ada di lingkungan kantor pemerintahan ataupun masjid yang ada di Ka bu paten Batang menjadi lebih mak mur oleh umat yang menu nai kan shalat berjamaah. Setelah menjadi bupati hingga lima ta hun, Bupati Yoyok mengakhiri ma sa jabatannya pada awal 2017 lalu. Dia menolak mencalonkan kem bali menjadi bupati di daerah yang sama. Kini, Yoyok tinggal di ru mah kontrakan berukuran se ki tar 70 meter persegi di Peka longan, Jawa Tengah. Selama men jabat, Yoyok tercatat meno rehkan be ragam prestasi. Selain dikenal ra jin beribadah, Yoyok pun mendapat penghargaan Bung Hatta An ti-Corruption Award 2015.

Di dalam Islam, seorang pe mimpin tidak hanya memegang amanah sebagai kepala pemerintahan. Pemimpin juga diharapkan untuk bertakwa. Dalam kata lain, pemimpin juga harus cakap dalam bidang agama. Di dalam sejarah, banyak pemimpin saleh yang menorehkan prestasi tanpa melupakan ibadah. Mereka cakap dalam pemerintahan sekaligus taat kepada Allah SWT.

Kita tentu rindu pemimpin se kaliber Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz, Harun Ar Rasyid, Shalahuddin Al Ayyubi, hingga Muhammad Al Fatih. Ketakwaan mereka dalam mengelola negara ber buah kesuksesan. Sebutlah Umar yang mampu menaklukkan negeri Syam, Palestina hingga Me sir. Kekuasaan yang begitu besar tidak membuat Umar lupa dengan kewajibannya untuk meng ingat kan kaum Muslimin dengan ibadah.

Dinukil dari Syekh Muham mad Nashirudin al Albani, saat Ramadhan tiba, kaum Muslimin sepeninggal Rasulullah SAW ke rap menunaikan shalat tarawih dengan berpencar. Mereka pun bermakmum kepada imam yang berbeda. Peristiwa ini terjadi se jak zaman kekhalifahan Abu Ba kar As-Shiddiq Ra dan berlanjut pada masa Umar. Umar kemudian mengumpulkan kaum Mus limin untuk shalat tarawih de ngan pimpinan imam yang sama. Ini menunjukkan betapa besar perhatian Umar kepada aspek ibadah kaum Muslimin.

Sosok pemimpin memang di tuntut untuk menjalankan ama nahnya dengan takwa. Ini juga yang membuat Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) yang menjabat sebagai ketua MUI pada 1975-1981 membuat anjur an kepada para pejabat untuk men jadi pelopor perihal peribadatan. MUI mendasarkan diri pada dalil-dalil dari Alquran, di antaranya, "Serulah (semua ma nusia) kepada jalan Tuhanmu de ngan hikmah dan nasihat yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui yang sesat dari jalan-Nya dan sangat mengetahui orang yang mendapat petunjuk." (QS an-Nahl:125).

Tidak hanya itu, MUI juga me nukil dari hadis mengenai ke wajiban pemimpin terhadap orang yang zalim. "Bahwa ma nu sia (pemimpin-pemimpin) apabila mereka melihat seorang zalim (me lakukan kejahatan) lalu me reka tidak mengambil tindakan menghentikannya, dekatlah Allah meratakan siksa dari sisi-Nya." (HR Abu Daud dan Ibnu Hibban). Komisi Fatwa MUI mengimbau, agar para pejabat mengada kan pengajian-pengajian agama untuk pribadi, dengan kolega di kantor, dengan keluarga di ru mah, hingga pengajian untuk se lu ruh pegawai. MUI juga memin ta para pejabat mengadakan sha lat Jumat di lingkungan instansi setempat. Menyembelih kurban dan me ngum pulkan zakat harta/ fitrah, men jaga pantangan-pantangan agama, dan adat istiadat di kala ber kunjung ke daerah. Ber lang ganan majalah-majalah Islam buat konsumsi pegawai dan karya wan serta ruangan tamu kantornya.

MUI mempertimbangkan bah wa sukses atau tidaknya pem ba ngun an bergantung pada mo ral dan akhlak pejabat dan bawahannya. Terutama kesungguhan, keju jur an, dan kedisiplinan. Akh lak tersebut hanya dapat timbul jika berdasarkan takwa kepada Allah SWT. Sementara, adanya takwa, tumbuh lewat ibadah ter utama sha lat lima waktu dengan memahami serta meresapi arti bacaannya.

Menurut MUI, ibadah akan memperkuat kepribadian, memperbesar jiwa, memperbesar wi ba wa, merapatkan, dan memesrakan hubungan atasan dan ba hawan, hingga memperkokoh ke disiplinan. Kerja pun akan lancar. Harta umat dan negara juga ter pe lihara. Pembangunan sukses akan diraih dan ketahanan na sional semakin kokoh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement