Jumat 16 Mar 2018 16:18 WIB

Muslim Jerman Serukan Solidaritas atas Serangan Masjid

Muslim telah menjadi ancaman terus menerus oleh ekstremis sayap-kanan.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Muslimah Jerman (Ilustrasi)
Foto: Daniel Bockwoldt/EPA
Muslimah Jerman (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Tiga asosiasi Muslim di Jerman menuntut agar para politisi dan media lebih memperhatikan soal kasus kekerasan terhadap masjid. Mereka menyatakan, bahwa serentetan serangan pembakaran terhadap masjid baru-baru ini adalah serangan terhadap masyarakat luas.

Perwakilan dari tiga organisasi Muslim terbesar di Jerman, yakni Dewan Pusat Muslim Jerman (ZMD), organisasi Muslim Turki DITIB, dan Dewan Islam, menggabungkan diri pada sebuah konferensi pers pada Kamis (15/3) waktu setempat di Berlin. Mereka menyerukan solidaritas yang lebih banyak dari politisi, media, dan masyarakat Jerman pada umumnya dalam menghadapi serentetan serangan terhadap masjid di negara tersebut.

Para pemimpin ketiga organisasi Muslim itu mengecam upaya di media untuk menggambarkan ancaman kelompok teror asing sebagai sebuah konflik luar negeri yang diimpor yang tidak ada hubungannya dengan masyarakat Jerman. "Muslim telah menjadi ancaman terus menerus oleh ekstremis sayap-kanan selama beberapa dekade. Situasi berbahaya ini semakin meningkat oleh kelompo teroris asing," demikian pernyataan bersama organisasi Muslim tersebut, seperti dilansir di Deutsche Welle, Jumat (16/3).

Ketua ZMD, Aiman Mazyek, mengatakan setiap serangan terhadap gereja, sinagoga (tempat ibadah untuk kaum Yahudi), atau masjid, adalah serangan terhadap demokrasi di negara itu. Ia mengatakan, pembakaran terhadap masjid di Jerman berarti pembakaran terhadap negara mereka.

Karena itu, ia menyerukan masyarakat agar bersatu. Ia juga menyampaikan keberatannya dengan cara media Jerman yang menekankan fakta bahwa penyerang dicurigai sebagai keturunan Kurdi, dan menggambarkan masjid-masjid di Jerman sebagai milik orang Turki.

"Masjid terbakar, kita tidak bisa kembali ke rutinitas sehari-hari. Sebuah masjid adalah masjid Jerman, dihadiri oleh orang-orang dari berbagai etnis. Seorang Imam, terlepas dari mana asalnya, adalah seorang pemimpin spiritual di sini di negara ini," kata Mazyek.

"Rumah Tuhan, terlepas dari apapun jenisnya, perlu dilindungi, dari siapapun penyerangnya, apakah itu ekstremis sayap-kanan atau ekstremis Muslim atau nasionalis Turki, atau nasionalis Kurdi," lanjutnya.

Selanjutnya, sentimen terhadap media Jerman juga digaungkan oleh anggota dewan di DITIB, Zekeriya Altug. DITIB merupakan organisasi keagamaan di Jerman yang dibiayai oleh negara Turki. Ia mengatakan, media telah membangkitkan kesan bahwa ada konflik Turki-Kurdi yang sedang diperjuangkan di Jerman.

"Namun, sebagian besar serangan terhadap masjid adalah serangan dari ekstremis sayap-kanan," ujarnya.

Jumlah serangan terhadap masjid dan umat Islam di Jerman telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Statistik dari polisi federal tentang "kejahatan bermotif politik" mencatat sekitar 73 serangan terhadap masjid terjadi pada 2017 (dari total 950 kejahatan Islamofobia). Namun, organisasi Muslim telah menghitung tahun ini saja ada 27 serangan terhadap masjid.

Sebagai perbandingan, statistik resmi menghitung hanya ada 23 serangan terhadap masjid sepanjang 2010. Organisasi tersebut menambahkan, bahwa jumlah serangan yang sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Hal itu karena banyak masjid yang hanya melaporkan kejadian ke polisi jika hal itu terjadi berulang-ulang.

Tiga serangan terhadap masjid dilaporkan terjadi di Jerman akhir pekan lalu. Pada satu kejadian, tiga pemuda terlihat melemparkan bom molotov melalui jendela sebuah masjid pada Ahad dini hari di distrik Reinickendorf, Berlin. Kemudian, serangan juga terjadi di Baden-Wrttemberg yang juga dilakukan dengan alat peledak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement