REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM— Perhatian dunia saat ini tertuju ke Sudan, salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, yang membuatnya layak menjadi salah satu negara turut berkontribusi terhadap ketahanan pangan dunia.
Sudan memiliki potensi pertanian terbesar di kawasan Arab, dengan 175 juta hektare lahan subur, di samping hutan seluas sekitar 52 juta hektare (satu hektare setara dengan 4.200 meter persegi).
Di bidang peternakan, Sudan memiliki 102 juta ekor ternak yang digembalakan di padang rumput alami seluas 118 juta hektare, serta curah hujan tahunan lebih dari 400 miliar meter kubik.
Hampir setiap tahun, roduksi emas Sudan mencapai 105 ton, dengan 80 persen di antaranya berasal dari pertambangan swasta, menurut statistik pemerintah.
Lihat postingan ini di Instagram
Namun, kekayaan ini tidak dimanfaatkan selama 63 tahun, setelah Sudan memperoleh kemerdekaannya dari penjajahan Inggris pada 1956.
Namun, di tengah kekayaan sumber daya ala mini, krisis ekonomi dialami negara yang tengah dilanda perang saudara ini dengan ketidakseimbangan dan akumulasi historis, termasuk akumulasi utang luar negeri.
Utang luar negeri Sudan mencapai 56 miliar dolar AS dan terus bertambah, yang berdampak pada perekonomian dan kemampuan negara untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.
Sudan mengakui ketidakmampuannya untuk memanfaatkan sumber daya alamnya dalam menciptakan ekonomi yang kuat.




