Jumat 31 Oct 2025 23:59 WIB

Gus Baha dan Kiai Azaim Ungkap Alasan Kiai Harus Kaya

Kekayaan bukanlah simbol kemewahan duniawi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha).
Foto: Republika/Muhyiddin
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dua ulama muda karismatik Indonesia, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dan KH Ahmad Azaim Ibrahimy (Kiai Azaim) kompak menyampaikan pandangan yang jarang dibahas secara terbuka bahwa seorang kiai justru harus kaya. Menurut keduanya, kekayaan bukanlah simbol kemewahan duniawi, melainkan sarana dakwah, kemuliaan ilmu, dan bukti kekuasaan Allah SWT.

Dalam pengajian di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo pada 1 Januari 2021 lalu Gus Baha menyampaikn bahwa harta di tangan orang saleh akan melahirkan kemaslahatan, sementara jika dikuasai orang fasik justru menjadi sumber kemaksiatan.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau ini (harta) dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar. Sehingga orang saleh juga harus menguasai harta,” ujar Gus Baha saat menjadi narasumber dalam Haul Majemuk Masyayikh dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo. 

Ia mencontohkan para ulama besar terdahulu seperti Imam Malik dan Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, yang dikenal sebagai ulama alim sekaligus kaya. Imam Malik, misalnya, terbiasa berpakaian mewah, memiliki kendaraan mahal, namun tetap menjadi sosok panutan dalam ilmu dan akhlak.

Gus Baha juga mengisahkan dialog antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Ketika Imam Syafi’i merasa heran melihat kekayaan gurunya, sang guru menjawab tegas: 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement