Senin 08 Sep 2025 10:44 WIB

Pendapat Imam Syafii soal Penyelenggaraan Jenazah yang Meninggal saat Ihram

Jika meninggal dalam keadaan ihram, maka dia dimandikan dengan air dan daun sidr.

Tiga personel Polres Aceh Barat memandikan jenazah saat mengikuti lomba pelaksanaan fardhu kifayah di Mushalla Babut Taqwa Mapolres Aceh Barat, Aceh, Jumat (28/6/2024). Dalam rangka memeriahkan HUT ke-78 Bhayangkara jajaran Polres Aceh Barat menyelenggarakan kegiatan perlombaan fardhu kifayah meliputi cara pemandian, mengkafankan dan menshalatkan jenazah yang diikuti seluruh satuan kerja serta jajaran Polsek dengan tujuan agar semua personel mengetahui tata cara sesuai dengan syariat Islam yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Tiga personel Polres Aceh Barat memandikan jenazah saat mengikuti lomba pelaksanaan fardhu kifayah di Mushalla Babut Taqwa Mapolres Aceh Barat, Aceh, Jumat (28/6/2024). Dalam rangka memeriahkan HUT ke-78 Bhayangkara jajaran Polres Aceh Barat menyelenggarakan kegiatan perlombaan fardhu kifayah meliputi cara pemandian, mengkafankan dan menshalatkan jenazah yang diikuti seluruh satuan kerja serta jajaran Polsek dengan tujuan agar semua personel mengetahui tata cara sesuai dengan syariat Islam yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Imam Syafii menjelaskan soal penyelenggaraan jenazah bagi yang meninggal dalam keadaan ihram (haji atau umroh). Penjelasan itu disampaikan dalam kitab Al Umm.

Menurut Imam Syafii, jika seseorang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia dimandikan dengan air dan daun sidr (bidara). Kemudian, dikafani dengan pakaian ihramnya atau pakaian yang lainnnya yang tidak terdpat gamis atau surban di dalamnya.

Baca Juga

"Pakaiannya tidak boleh diikat, sebagaimana seorang muhrim yang masih hidup tidak boleh mengikat pakaiannya, dan tidak diberi wewangian. Wajahnya ditutupi sedang kepalanya tidak ditutupi, kemudian disholatkan dan dimakamkan," ujar Imam Syafii.

Imam Syafii mengutip hadits soal hal ini:

أَنَّ رَجُلًا كَانَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَقَصَتْهُ نَاقَتُهُ وَهُوَ مُحْرِمٌ فَمَاتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ وَلَا تَمَسُّوهُ بِطِيبٍ وَلَا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّيًا

Ada seorang laki-laki ketika sedang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dijatuhkan oleh untanya dalam keadaan sedang berihram hingga meninggal dunia. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Mandikanlah dia dengan air dan air yang dicampur daun bidara, kafanilah dengan dua helai kain, janganlah diberi wewangian, dan jangan pula diberi tutup kepala (serban). Karena dia nanti dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan ber-talbiyyah.’” (HR Muslim)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement