REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendekiawan Muslim Profesor Jimly Asshiddiqi memberikan pandangannya terkait peristiwa yang terjadi belum lama ini, yakni demonstrasi, perusakan dan penjarahannya.
Menurut Jimly, dalam situasi tersebut ada yang menunggangi itu biasa. Dia mengatakan, sekarang terjadi gejala yang mirip 1998 walaupun tidak sama. Demonstrasi di mana-mana, diikuti oleh penjarahan dan perusakan fasilitas umum.
"Peristiwa 1998 dulu ada penunggangnya, cuma tahun 1998 itu semua elemen masyarakat yang terorganisir ikut," kata Jimly kepada Republika di acara bincang-bincang bersama tokoh-tokoh Muslim dan cendekiawan di Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2025).
Dia mengungkapkan, kalau peristiwa demonstrasi, perusakan dan penjarahan kemarin, elemen masyarakat tidak turun semua. Makanya banyak yang heran siapa komandan dan koordinator aksi kemarin.
Menurutnya, aktivis-aktivis buruh mengatakan aksi kemarin koordinatornya tidak jelas siapa.
"Jadi ada keadaan yang, ya sebetulnya, soal tunggang-menunggang itu biasa, setiap kali ada peristiwa seperti ini, ada yang menunggang, ada yang bayarin, ada yang ngomporin," ujarnya.
Jimly juga mengingatkan bahwa ada juga faktor kekecewaan umum yang meluas, memicu demonstrasi kemarin. Mulai dari soal kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang akibatnya panjang.
Munculnya kebijakan-kebijakan baru yang punya akibat ke soal fiskal, soal uang, soal anggaran, menurut Jimly, akibatnya sangat panjang.
"Ada Danantara, ada efisiensi, ada koperasi merah putih, ada macam-macam, jadi impian presiden kita ini banyak sekali dan semuanya bagus," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa impian Presiden Prabowo soal rasio pendapatan dengan GDP juga bagus.
Jimly menerangkan, sebab sekarang ini pendapatan negara itu dibandingkan dengan GDP sangat rendah. Di Asia Tenggara ini paling rendah Indonesia, jauh lebih rendah dari Kamboja.
Dia menjelaskan, Kamboja 16 persen dan Indonesia hanya 12 persen. Maksudnya pendapatan pemerintahnya setiap tahun ini dibandingkan dengan GDP jauh Sekali.
“Kita (Indonesia) ini hanya lebih tinggi sedikit dari Pakistan, lebih tinggi sedikit dari Nigeria, jadi kalau dibandingkan negara-negara tetangga, waduh jauh," jelasnya.
Jimly menegaskan, maka ketika Prabowo jadi presiden, dia mau meningkatkan pendapatan dan penerimaan negara. Maka ada ide membuat kementerian khusus, dan lain sebagainya walaupun belum jadi semuanya.
Apa yang dilakukan Presiden Prabowo, menurutnya, ada perdebatan dengan ahli-ahli keuangan.
Jadi intinya banyak ide baru yang dia (Presiden Prabowo) mau terapkan dan diterapkannya itu soal manajemen, tidak bertahap, tapi langsung.
“Nah, ini soal duit ini, angkanya berubah sedikit saja, berubah semua. Implikasinya ke seluruh Indonesia, maka semua penduduk itu ngeluh, pendapatannya itu turun," jelasnya.
Lihat postingan ini di Instagram