Selasa 02 Sep 2025 13:21 WIB

Ketua Fatwa MUI Solo: Penjarahan dan Perusakan Saat Demonstrasi Haram Secara Syariat

Ikut serta kompromi dalam penjarahan berarti menanggung dosa besar.

KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha
Foto: dokpri
KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ketua Komisi Fatwa MUI Surakarta, KH Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, angkat bicara menanggapi kondisi akhir-akhir ini, di mana sejumlah aksi demonstrasi beralih menjadi kerusuhan yang diwarnai penjarahan dan perusakan fasilitas umum. Ia menegaskan bahwa tindakan-perbuatan seperti itu sama sekali tidak memiliki pijakan syar’i dan tergolong haram, karena bertentangan dengan tujuan utama syariat Islam yakni menjaga harta dan jiwa manusia (maqāṣid al-sharī‘ah, khususnya ḥifẓ al-māl dan ḥifẓ al-nās).

Larangan Merusak Fasilitas Umum

KH Mustain mengingatkan bahwa Alquran secara tegas melarang segala bentuk kerusakan di muka bumi. Ia merujuk QS Al-Baqarah ayat 205 dan QS Al-A‘raf ayat 56, yang mengajak manusia untuk tidak merusak ciptaan Allah setelah diciptakan dan diperbaiki. Rasulullah ﷺ pun bersabda: lā ḍarar wa lā ḍirār—tidak boleh menciptakan mudarat maupun membalasnya. Sementara kaidah fiqh al-ḍarar yuzāl mewajibkan penghilangan bahaya atau kerusakan.

Lebih jauh, para mufassir klasik turut menguatkan posisi ini: Imam al-Ṭabarī menjelaskan bahwa fasād mencakup segala bentuk perusakan, termasuk fasilitas dan harta publik. Ibn Kathīr menyatakan, larangan itu merujuk pula pada tindakan perampokan dan merusak fasilitas umum. Al-Qurṭubī menegaskan, menyia-nyiakan harta orang lain termasuk perilaku terlarang menurut syariat Islam. Ulama besar seperti Imam al-Ghazali, al-Syathibi, dan Ibnu Hajar al-Haitami secara konsisten menyebut kerusakan harta sebagai dosa besar, karena menyerang hak-hak dasar manusia (ḥuqūq al-‘ibād).

Penjarahan Adalah Kezaliman Berat

Terkait penjarahan, KH Mustain yang sekarang menjabat sebagai Pengurus LPBH PWNU Jawa Tengah ini memberi pernyataan tegas: tindakan mengambil harta orang lain secara paksa adalah bentuk kezaliman besar yang haram hukumnya. Ia mengutip QS. An-Nisa ayat 29, yang melarang saling memakan harta secara batil. Hadits Rasulullah ﷺ semakin mempertegas hal ini: lā yaḥillu mālu imri’in muslimin illā biṭībi nafsin minhū—harta seorang Muslim tidak halal diambil kecuali dengan kerelaan. Kaidah fiqh menjelaskan, al-akl bil-bāṭil ḥarām, dan niat baik tidak bisa menghalalkan sesuatu yang haram (al-ḥarām lā yataḥawwal bil-niyyah).

Para mufassir seperti al-Ṭabarī, Ibn Kathīr, dan al-Qurṭubī menyatakan bahwa pengambilan harta dengan kekerasan atau tipu daya adalah perilaku kriminal dan dosa besar. Ikut serta kompromi dalam penjarahan, terutama saat demo, berarti menanggung dosa besar. Ulama besar sepakat bahwa penjarahan tak bisa dibenarkan dalam konteks apa pun.

Menjaga Harta dan Keamanan adalah Amanah Umat

KH Mustain menekankan bahwa dalam situasi apa pun, umat Islam justru wajib menjaga keamanan lingkungan dan harta bersama. QS An-Nisa ayat 58 menegaskan pentingnya menunaikan amanah. Hadits Nabi ﷺ pula menyebut bahwa siapa pun yang dipercaya menjaga harta masyarakat adalah saksi atas amanah tersebut. Prinsip persatuan umat digambarkan sebagai tubuh satu, yang jika satu bagian sakit, seluruhnya ikut merasakan (al-muslimūna kal-jasad al-wāḥid). Maka, menjaga keamanan bukan hanya tugas aparat, tetapi kewajiban kolektif (al-mas’ūliyyah al-jamā‘iyyah).

Para mufassir dan fuqahā menegaskan hal ini: al-Ṭabarī menyatakan bahwa amanah mencakup keselamatan warga, Ibn Kathīr menyebut menjaga kampung sebagai kewajiban, dan al-Qurṭubī menegaskan pemimpin lalai berarti khianat terhadap Allah. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa menjaga harta masyarakat adalah farḍ kifāyah, al-Syathibi menempatkannya sebagai salah satu maqāṣid syariat, dan Ibnu Hajar al-Haitami menyebut kelalaian menjaga keamanan sebagai dosa besar.

Seruan Persuasif: Aspirasi Boleh, Tapi Beradab

Di akhir wawancara, KH Mustain yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibin Al Mustainiyyah Surakarta ini menyerukan pentingnya menahan diri dan tidak terprovokasi. Suara rakyat sah disampaikan, asalkan melalui damai, santun, dan beradab. Tujuan mulia bisa rusak hanya karena ulah segelintir oknum anarkis. Perusakan dan penjarahan bukan hanya melanggar hukum negara, tetapi juga hukum Allah. Ia menutup dengan pesan damai: waṣ-ṣulḥu khair—perdamaian adalah yang terbaik. Semoga Allah membimbing kita dalam menegakkan amanah, menjaga harta, dan melindungi jiwa masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement