Ahad 31 Aug 2025 13:35 WIB

MUI Minta Setop Penjarahan, Pejabat Juga Diimbau Hindari Gaya Hidup Mewah

Asrorun meminta kepada penjarah untuk mengembalikan barang kepada yang berwenang.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh setelah menyampaikan Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina di Kantor MUI, Jumat (10/11/2023).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh setelah menyampaikan Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina di Kantor MUI, Jumat (10/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam mengimbau kepada masyarakat yang sedang melakukan aksi demontrasi untuk tidak melakukan penjarahan. Imbauan tersebut disampaikan Asrorun menyusul banyaknya massa aksi demo yang melakukan tindakan melanggar hukum tersebut. 

Ia meminta masyarakat agar menahan diri dari tindakan anarkis, vandalisme, perusakan fasilitas publik, serta penjarahan dan pengambilan properti orang lain secara tidak hak. 

Baca Juga

"Penyampaian aspirasi, bahkan dalam situasi kemarahan pun, tidak boleh diikuti dengan anarkisme,  penjarahan dan/atau pencurian harta orang lain, karena itu bertentangan dengan hukum agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Asrorun dalam keterangannya di Jakarta, Ahad (31/8/2025).

photo
Rumah anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio jadi sasaran amuk massa dan penjarahan pada Sabtu (30/8/2025) malam. - (Republika/Stevy Maradona)

Ia pun meminta kepada massa aksi yang telah mengambil barang hasil menjarah untuk dikembalikan ke pihak berwenang agar tidak menjadi kasus hukum. "Bagi massa yang mengambil, menyimpan, dan/atau menguasai barang secara tidak hak, agar segera mengembalikan kepada pemilik atau kepada yang berwajib, supaya tidak bermasalah secara hukum di kemudian hari,"ujar dia. 

Ia juga mengimbau kepada masyarakat, khususnya tokoh publik menerapkan gaya hidup sederhana dan tidak memamerkan kekayaannya.  

"Di tengah situasi sosial ekonomi dan sosial politik yang kurang baik, kesenjangan yang masih tinggi, maka pejabat dan masyarakat sudah seharusnya mengedepankan gaya hidup yang sederhana, membangun solidaritas sosial, mengedepankan semangat kesetiakawanan sosial, serta menghindari flexing, gaya hidup mewah dan hedonisme, meski sekadar untuk konten," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement