REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah berikut ini dapat ditemukan dalam kitab Nashoihul Ibad karya Syekh Syihabuddin Ibnu Hajar al-Asyqalani. Pada suatu hari, seorang musafir muda meninggalkan kampungnya untuk belajar agama kepada Nabi Musa AS. Perjalanan panjang dilaluinya, termasuk ke daerah-daerah yang belum pernah didatanginya.
Tanpa sengaja, remaja ini kemudian berjumpa dengan seorang tua yang buta. Tidak hanya tanpa penglihatan, orang lanjut usia (lansia) itu juga tidak memiliki sepasang tangan dan kaki.
Bagaimanapun banyaknya kekurangan fisik yang dialami si lansia, pemuda itu tetap menatapnya kagum. Sebab, lisan orang tua tersebut tidak henti-hentinya menggumamkan zikir. Dari mulutnya, keluar lafaz puja-puji ke hadirat Allah SWT.
Saat mendekatinya, musafir muda ini mendapati sesuatu yang menakjubkan. Banyak semut hilir-mudik membawa butir-butir makanan dari tanah. Hewan kecil ini merembet ke sekujur tubuh orang tua ini. Ke dalam mulut sang ahli zikir, mereka menaruh makanan itu.
“Ternyata begitu caranya mendapatkan rezeki,” katanya dalam hati.
“Wahai anak muda,” ujar lansia ini, “engkau tadi bercerita hendak bertemu dengan Nabi Musa. Aku titip pertanyaan untuknya. Tanyakanlah kepadanya, seperti apa bagus dan indahnya surga yang Allah siapkan untukku? Sebab, aku setiap hari beribadah, berzikir, dan menyebut nama-Nya.”
“Baiklah, akan kusampaikan kepada Nabi Musa,” sahut pemuda itu.
Sesudah pamit, ia pun meneruskan rihlahnya. Di tengah jalan, ia diadang seorang perampok. Sempat ketakutan, remaja ini kemudian memberitahukannya; bahwa dirinya sedang dalam perjalanan menuju Nabi Musa.
Dan lagi, ada amanah dari seorang kakek tua dan lumpuh yang harus disampaikannya kepada sang nabi. Mendengar penuturannya, si perampok seperti terhenyak dan terdiam untuk sesaat.
Kemudian, lelaki itu berkata, “Wahai anak muda, kalau begitu, tanyakan juga kepada Nabi Musa, pantaskah diriku masuk surga? Sementara, dosa-dosaku sangat banyak. Aku telah membunuh banyak jiwa, merampok begitu banyak orang. Apakah aku akan diampuni Allah?”