REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Hujan deras yang turun pada Ahad (3/8/2025), tak menghalangi demonstran untuk berjalan melintasi ikon Sydney, Australia, Harbour Bridge. Mereka menyerukan perdamaian dan pengiriman bantuan ke Jalur Gaza yang dilanda perang di mana krisis kemanusiaan semakin memburuk.
Perang sejak Oktober 2023 di Gaza telah menewaskan lebih dari 60 ribu orang. Perang juga berdampak pada menipisnya bahan makanan dan menyebabkan kelaparan.
Para demonstran yang menyebut aksinya sebagai "March for Humanity" atau Aksi Jalan Kaki untuk Kemanusiaan, membawa panci dan wajan. Ini sebagai simbol kelaparan.
"Cukup sudah," kata Doug, seorang pria berusia 60-an dengan rambut putih mencolok. "Ketika orang-orang dari seluruh dunia berkumpul dan bersuara, kejahatan bisa dikalahkan."
Para peserta berasal dari berbagai kalangan, mulai dari orang tua hingga keluarga dengan anak-anak kecil. Di antara mereka ada pendiri Wikileaks, Julian Assange. Banyak yang membawa payung. Beberapa mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan, "Kami semua adalah orang Palestina."
Polisi New South Wales mengatakan peserta yang hadir mencapai 90 ribu orang, jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Penyelenggara aksi, Palestine Action Group Sydney, dalam unggahannya di Facebook bahkan menyebut angka 300 ribu untuk peserta yang hadir.
Pekan lalu, polisi New South Wales dan perdana menteri negara bagian tersebut mencoba memblokir aksi ini dilangsungkan di atas jembatan. Dengan alasan, rute tersebut bisa menimbulkan bahaya keselamatan dan gangguan lalu lintas. Namun, Mahkamah Agung negara bagian memutuskan pada Sabtu (2/8/2025) bahwa aksi itu boleh dilanjutkan.
Wakil Komisaris Polisi Peter McKenna, mengatakan lebih dari seribu polisi dikerahkan. Karena, jumlah massa yang sangat besar menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya desak-desakan.
"Tidak ada yang terluka," katanya dalam konferensi pers.
Sumber: