REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pembantaian Gaza yang tak kunjung usai telah melelahkan bahkan bagi para pendukung pembebasan Palestina yang paling berkomitmen sekalipun.
Rasa kekecewaan terhadap kekuatan-kekuatan global tidak pernah begitu terasa. Namun bagi umat Islam, sikap apatis dan pengkhianatan para penguasa Arab jauh lebih menyakitkan.
Bukan berarti massa hanya berpangku tangan. Umat Islam di seluruh dunia, di antara ribuan manusia yang memiliki hati nurani, telah muncul untuk memprotes kekejaman kekejaman Israel. Namun, apakah demonstrasi-demonstrasi ini telah mempengaruhi perubahan?
Pembangkangan sipil, dalam berbagai bentuknya, sangat penting bagi perlawanan. Namun, dengan sendirinya, hal itu jarang mengarah pada perubahan sistemik.
Di Amerika Serikat, sumber utama legitimasi dan pendanaan Israel, perubahan nyata yang langgeng datang dari keterlibatan dengan sistem, terutama melalui lobi.
Karena dukungan tingkat tinggi Amerika untuk Israel telah dihasilkan oleh lobi yang intens selama beberapa dekade, upaya untuk menyeimbangkan timbangan dengan memasukkan perspektif Palestina harus didorong oleh kampanye politik yang serupa.
Dengan sentimen global yang bergeser secara tegas terhadap negara penjajah, sekaranglah saatnya untuk bergerak lebih dari sekedar protes untuk mendesak diakhirinya penindasan secara permanen dan resolusi yang adil bagi Palestina.
Inilah saat yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan rata-rata Muslim, kekayaan dan keterikatan kita pada Al-Aqsa.
BACA JUGA: Serangan Rudal Iran Dahsyat, tapi Mengapa Korban Israel Sedikit? Ternyata Ini Penjelasannya
Kekuatan emosional dan keterbatasan demonstrasi
Demonstrasi memang menarik banyak perhatian (pada prinsipnya harus dari media yang tidak bias, suatu hal yang jarang terjadi di Barat), namun sering kali gagal untuk menghasilkan perubahan legislatif. Setidaknya itulah yang terjadi di Amerika.
View this post on Instagram