Kamis 26 Jun 2025 07:03 WIB

Muhammadiyah Luncurkan KHGT, Haedar: Bukti Peradaban Islam Semakin Maju

Haedar tak menampik perbedaan hari Lebaran di Indonesia tetap akan terjadi.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai peluncuran KHGT, di Universitas
Foto: dokpri
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir usai peluncuran KHGT, di Universitas

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) menjadi bukti umat Islam semakin maju peradabannya pasalnya berbasis sains dan syariah. Kalender ini akan memberikan kepastian tentang hari dan tanggal. KHGT memungkinkan umat Islam mengetahui tanggal penting keagamaan hingga puluhan bahkan ratusan tahun ke depan, tanpa perlu menunggu hasil sidang isbat setiap tahun. Ini dinilai sebagai lompatan besar dalam modernisasi penanggalan hijriyah.

Ada tiga prinsip utama dalam penyusunannya yakni, keseragaman hari dan tanggal di seluruh dunia untuk memulai bulan baru, penggunaan hisab (perhitungan astronomi) sebagai metode penentuan waktu, yang memungkinkan peramalan jadwal penanggalan jauh ke depan, dan kesatuan matlak, yaitu anggapan bahwa seluruh permukaan bumi merupakan satu zona waktu untuk kalender Islam.

"Kita ingin menciptakan kemaslahatan dan menghindari kesulitan. Dengan Kalender Hijriah Global Tunggal ini kita akan lebih memudahkan bagi umat Islam maupun dunia dalam hal waktu ibadah maupun urusan muamalah lainnya," ujar Haedar usai peluncuran KHGT, di Universitas 'Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Rabu (25/6/2025).

Lama Penyusunan KHTG

Adapun penyusunan KHTG ini menghabiskan waktu satu tahun sejak disepakati pada Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-32 di Pekalongan pada 2024. Prosesnya melibatkan kajian mendalam terhadap berbagai model kalender Islam global yang telah berkembang sebelumnya.

"Penyusunan konsep ini sudah satu tahun yang lalu. Sejak Muhammadiyah menggelar Munas Tarjih di Pekalongan tahun 2024,” ujarnya.

Untuk memperluas penerimaan KHGT, Haedar menyebut Muhammadiyah tidak bekerja sendiri. Pihaknya akan berdialog dengan Kementerian Agama, tokoh-tokoh ormas Islam, hingga bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Ini menjadi langkah awal Muhammadiyah untuk mengajak organisasi masyarakat umat Islam dalam negeri maupun luar negeri untuk berhijrah dari kalender lokal ke KHGT.

"Kita akan bertemu dengan Kementerian Agama kemudian berbagai pihak yang istilahnya kita mengajak dan kemudian saya yakin pemerintah itu kan bisa bisa dalam posisi wasit dalam hal urusan agama. Karena kalau masuk pada perbedaan nanti kan susah, kalau pemerintah menentukan satu pandangan kan nanti akan bermasalah,” kata Haedar.

"Bahkan nanti kalau sudah ada titik temu dengan berbagai kalangan kami juga akan bertemu Presiden, misalkan. Itu hal yang akan terus kami lakukan," ungkapnya menambahkan.

Meskipun Muhammadiyah telah secara resmi meluncurkan KHGT, Haedar tak menampik perbedaan hari Lebaran di Indonesia tetap akan terjadi. Hal ini dikarenakan mayoritas otoritas keagamaan dan pemerintah di berbagai negara, termasuk Indonesia, masih menggunakan kalender lokal.

"Ada atau tidak ada KHGT ini, (penetapan Idul Fitri dan Idul Adha) akan selalu berbeda. Kenapa? Karena semuanya (termasuk pemerintah Indonesia masih menggunakan) kalender lokal. Maka kalau ingin tidak berbeda, (menggunakan) kalender global," 

Haedar mengatakan perbedaan hari raya bukan sepenuhnya disebabkan oleh perbedaan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal) yang kerap menjadi perdebatan antar ormas Islam, melainkan karena tidak adanya sistem kalender yang disepakati bersama secara global.  

Menurutnya KHGT bisa menjadi solusi pasalnya disusun dengan prinsip integrasi antara sains dan syariah, untuk menjawab kebutuhan umat akan kepastian dalam menjalankan ibadah. Selain itu, kalender ini memadukan metode hisab hakiki dengan prinsip kesatuan matlak (zona waktu global Islam), yang berarti satu kalender digunakan seragam di seluruh dunia.

"Perbedaan itu akan selalu terjadi selama kita tidak punya kesepakatan tentang satu kalender. Persis seperti masehi lah dan kita perlu belajar. Umat Islam enggak apa-apa belajar. Maka kita akan berbeda terus. Nanti perbedaan pandangan, perbedaan metode dan lain sebagainya," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menyampaikan bahwa dialog antar ormas masih akan dilakukan. Jika prinsip dalam KHGT diterapkan secara resmi di Indonesia, maka proses sidang isbat yang selama ini dilakukan setiap tahun untuk menetapkan awal bulan hijriyah cukup dilakukan sekali untuk jangka waktu yang sangat panjang.

"Kalau nanti metode seperti isbat itu diterapkan, itu bisa sekali isbat untuk 500 tahun. Bahkan untuk selama-lamanya, itu bisa. Kita mengidealkan seperti itu," kata dia.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan di Indonesia, saat ini baru Muhammadiyah yang secara resmi menggunakan KHGT dalam penentuan waktu ibadah. Namun secara global, pendekatan kalender berbasis hisab ini sudah digunakan oleh sejumlah negara dan lembaga Islam internasional. 

Pemerintah Turki dan Pakistan, serta organisasi seperti Fiqh Council of North America (FCNA) dan European Council for Fatwa and Research diketahui telah menerapkan sistem kalender Islam berbasis astronomi.

"Dari luar negeri juga sudah ada yang tertarik untuk belajar, seperti dari Malaysia. Ini adalah proses panjang, sebagaimana perubahan arah kiblat yang dahulu butuh waktu 80 tahun untuk diterima luas. Kami berharap KHGT tidak selama itu," ujar Hamim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement