Jumat 20 Jun 2025 20:00 WIB

Konflik Antar-Sahabat Nabi Dalam Perspektif Sunni-Syiah (Bagian II - Habis)

Insiden antara sejumlah sahabat Nabi murni dilatari ijtihad, bukan ambisi duniawi.

Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan duniawi yang mendorong sejumlah sahabat Nabi Muhammad SAW terlibat dalam konflik---yakni sepeninggal Rasulullah SAW---tak serta merta menggugurkan hak-hak istimewa mereka. Imam Abu Hasan al-Asy'ari dalam kitabnya, Risalah ilaa Ahl ats-Tsaghar dan Al-Ibanah fi Ushul ad-Diyanah, menegaskan pernyataan hal itu.

Al-Asy'ari menjelaskan, insiden antara Ali bin Abi Thalib, az-Zubair bin al-Awwam, dan ummul mukmini 'Aisyah; atau antara Ali dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan; itu murni dilatarbelakangi oleh ijtihad, bukan ambisi duniawi. Mereka adalah para ahli ijtihad.

Baca Juga

Seperti diisyaratkan dalam hadis di awal tulisan ini, Rasulullah SAW sendiri telah memuji generasi sahabat beliau. Maka, jangan sampai terjerumus untuk mencela mereka.

Anggapan bahwa para sahabat yang bertikai ketika itu berangkat dari hasil ijtihad--yang bisa jadi salah dan juga benar--ditegaskan pula oleh Ibnu Fawrak dalam Majarrad Maqalat al-Asy'ari. Ia berpendapat, Thalhah berseberangan dengan Ali, tetapi keputusan mereka itu masing-masing dilandasi ijtihad.

Keduanya bersikukuh benar sekalipun bisa juga salah. Meski demikian, keduanya menyesal dan bertobat sebelum ajal menjemput. Apa yang dilakukan keduanya tak bisa dikategorikan sebagai fasik atau kafir karena dalam konteks ijtihad. Tidak bisa serta merta divonis keluar dari agama Islam.

Selanjutnya, agar tidak terjebak memvonis negatif para sahabat Abu Ishaq as-Syairazi dalam kitab teologinya yang bertajuk Al-Isyarah ila Madzhab Ahl al- Haq mengatakan bahwa wajib hukumnya tidak mempersoalan insiden yang pernah melibatkan para sahabat dan tetap berprasangka baik kepada mereka.

Imam al-Ghazali dalam karya monumentalnya di bidang teologi, Al-Iqtishad fi al-I'tiqad, mengingatkan agar selektif mengutip data sejarah yang berkaitan dengan konflik yang pernah berlangsung dan melibatkan generasi sahabat. Sebab, kebanyakan sumber didominasi oleh riwayat-riwayat ahad. Jika pun ada yang sahih, banyak yang berbaur dengan data yang tak valid dan sebagiannya justru hasil rekayasa dari golongan Rafidhah dan Khawarij.

Syekh Muhammad bin Abdullah al-Imam mencoba mengklarifikasi berbagai konflik yang mencatut para sahabat dan tabiin. Itu dipaparkannya dalam kitab yang berjudul Tamam al-Minnah fi Fiqh Qital al-Fitnah.

Ia menegaskan, Perang Shiffin dan Perang Jamal bukan bentuk dari ambisi kekuasaan dan politik atau karena motif duniawi. Insiden itu tak lain adalah fitnah dan cobaan.

Ia mengutip perkataan Abdullah bin al-Mubarak bahwa pedang yang terhunus di antara para sahabat ketika itu adalah cobaan meski Ibn al-Mubarak enggan menyebut para sahabat itu sedang diuji. Karena itu, kata Sa'id al-Khudri, lebih baik tidak berkomentar lebih jauh dan tak berdasar. "Serahkan perkara ini kepada Allah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement