REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsha (KPIPA), Nurjanah Hulwani, bersama ribuan aktivis kemanusiaan yang hendak melakukan perjalanan menuju Rafah dipaksa menghentikan aksi damainya oleh otoritas Mesir.
Lebih dari 4.000 peserta dari 80 negara yang terdaftar untuk mengikuti aksi "Global March to Gaza" dipulangkan ke negara masing-masing setelah gagal mendapat izin dari pemerintah Mesir.
Seperti diketahui, gerakan Long March to Gaza membawa misi kemanusiaan bagi dibukanya blokade bantuan makanan dan obat-obatan serta dihentikannya genosida yang dilakukan Israel terhadap rakyat Gaza. Namun, aksi tersebut terhenti di Kairo setelah mendapat larangan dari pemerintah setempat.
Para aktivis dari seluruh dunia sedianya akan berkumpul di Mesir untuk bergerak bersama-sama ke Al-Arish, lalu berjalan kaki selama dua hari menuju gerbang Rafah.
Namun, sejak 12 hingga 15 Juni 2025 mereka tidak diperkenankan melakukan aksi. Sebagian aktivis yang sudah berada di Mesir dikembalikan ke negara masing-masing.
Ketua KPIPA, Nurjanah Hulwani, mengikuti aksi bersama aktivis Indonesia Salman Al-Farisi dari MINDA, Maryam Rachmayani yang mewakili Adara dan ARI BP, serta Indah Kurniati dari Adara.
Mereka hanya bisa menunggu di hotel Kairo sebelum akhirnya pulang ke tanah air. Rombongan diperintahkan untuk tetap di hotel hingga mendapat izin keluar.
Dia menjelaskan, hari kedua di Mesir, 13 Juni 2025, para aktivis yang sudah ada di Mesir berencana untuk berkumpul di Ismailiyah.
“Maka, saya dan rombongan berencana untuk bergerak ke Ismailiyah. Namun, aktivis lain yang belum sampai di sana sudah dihadang polisi Mesir di Distrik 10 Ramadhan, sebuah wilayah antara Kairo dan Ismailiyah," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Nurjanah menyebut, sebagian dari mereka ditahan dan sebagian dipaksa masuk bus menuju bandara untuk dipulangkan ke negaranya masing-masing. Paspor mereka pun disita aparat dan hanya bisa diambil di bandara Kairo.
"Saya dan rombongan yang merencanakan perjalanan ke Ismailiyah pada hari Sabtu setelah subuh (14/6/25), terpaksa menunda perjalanan karena kami mendapat arahan dari panitia untuk kembali ke hotel. Menurut mereka, keselamatan kami lebih utama," imbuhnya.
Namun demikian, kata Nurjanah, belum berhasilnya aktivis bela Palestina berkumpul bersama-sama di depan pintu Rafah bukanlah akhir dari perjuangan.
"Bisa jadi ini ujian kesabaran untuk terus menyuarakan pembelaan pada Palestina di negara masing-masing. Insya Allah, akan datang saatnya kita bisa bersama-sama membuka blokade dan menghentikan genosida di Gaza secara permanen atas izin Allah," pungkasnya.
Untuk menyemangati peserta aksi, panitia penyelenggara mengatakan bahwa mereka tidak sendiri.
"Puluhan ribu orang bergabung dengan saluran-saluran Telegram kita, dan jutaan manusia di seluruh dunia sedang menonton—berharap, berdoa, dan mempercayai apa yang sedang kita bangun bersama,” tulis pemberitahuan panita kepada peserta aksi.
“Ini bukanlah sebuah peristiwa biasa. Ini adalah sebuah aksi global melawan keheningan dan keterlibatan, yang tercermin bukan hanya pada kehadiran kita di Mesir tetapi di lebih dari 50 aksi solidaritas terkoordinasi di kota-kota dan komunitas-komunitas di seluruh dunia," lanjut pernyataan.
BACA JUGA: Misteri Kerugian Israel Akibat Serangan Iran, Begini Pembacaan Para Pakar tentang Fakta Sebenarnya
"Global March to Gaza bukanlah acara yang berlangsung selama 8 hari. Ini adalah gerakan yang tumbuh dan hidup dan bagian dari perjuangan panjang dan gigih untuk melindungi hidup, kebebasan, dan martabat Palestina,” tulisnya lagi.
“Apa yang kita mulai bersama hanyalah sebuah awal. Meskipun jalan di depan akan mengambil banyak bentuk, kami sangat berkomitmen untuk bergerak ke depan secara kolektif, strategis, dan dengan keberanian. Bersama-sama, kami akan melalui setiap jalan untuk mengakhiri kekejian-kekejian di Palestina dan untuk membangun masa depan yang berakar pada keadilan, kebebasan, dan cinta," tambahnya.
