REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara etimologi, qiraah merupakan mashdar dari kata kerja yang berarti 'membaca.' Bentuk jamaknya yaitu qiraat.
Qira'at muncul sebagai bentuk pemeliharaan kemurnian Alquran. Yang pertama kali melakukannya adalah Rasulullah SAW.
Bersama para sahabat, Nabi Muhammad SAW memelihara hafalan ayat-ayat suci Alquran dengan memperhatikan tafkhim (pensyahduan bacaan), tarqiq (pelembutan), imla (pengejaan), madd (panjang nada), dan qasr (pendek nada). Kemudian, diperhatikan pula tasydid (penebalan nada) serta takhfif (penipisan nada). Satu hal lagi yang menjadi perhatian adalah lajnah (dialek).
Bila menilik pada sejarah, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, umat Muslim sudah diperintahkan untuk membaca Alquran dengan suara yang indah. Pada masa Rasulullah SAW, tidak sedikit di antara para sahabat yang memiliki suara bagus-bagus.
Alquran menghadirkan penggunaan bahasa Arab dengan keanggunan yang tertinggi. Ia bahkan tidak bisa dibandingkan atau diubah-ubah (modifikasi). Namun, agar lebih indah lagi saat didengar, melagukannya dengan benar pun perlu dilakukan. Ada hadis yang mengatakan, "Hiasi Alquran dengan suaramu yang bagus".
Mangun Budiyanto dalam makalah yang ditulisnya “Qiraat dalam Alquran” menyatakan, asal usul munculnya macam-macam qira'at. Itu bermula tatkala adanya sekelompok orang, para sahabat Nabi, yang berbeda di zaman beliau menekuni bacaan (qira'at) Alquran. Mereka pun mengajarkan dan mempelajarinya.
Para sahabat ini selalu ingin mengetahui ayat-ayat yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad, kemudian menghafalkannya. Terkadang, mereka juga membacakan ayat-ayat itu di hadapan Rasulullah agar disimak.
