REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada era sekarang, pelbagai kegiatan dapat dilakukan melalui medium digital. Bahkan, sejumlah platform aplikasi digital mulai menyediakan layanan yang memudahkan orang-orang untuk melaksanakan ibadah kurban. Namun, bagaimana hukum ibadah kurban melalui aplikasi digital?
Seperti dikutip dari Pusat Data Republika, Dewan Pengawas Syariah Daarut Tauhid (DT) Peduli, Ustaz Ali Nurdin mengakui besarnya pengaruh teknologi informasi dalam urusan muamalah. “Syariah mensyaratkan bahwa salah satu rukun akad adalah adanya ijab dan kabul sebagai representasi keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi. Namun demikian dengan perkembangan zaman, pola ijab kabul pun berubah,” ujar Ustaz Ali Nurdin.
Pada zaman dahulu, lanjut dia, biasanya ijab dan kabul dilafazkan dengan jelas. Misalnya, dengan kata-kata "Saya serahkan barang dengan harga sekian" yang diucapkan pihak penjual, sedangkan ujaran "Saya terima barangnya dengan harga sekian" disampaikan pihak pembeli.
Namun, pada zaman kini, pedagang biasa melakukan al-Muaathah, yakni penjual menyerahkan barang, kemudian pembeli menyerahkan uang tanpa ada lafaz yang disampaikan. Sebab, kedua belah pihak telah mengetahui dan menyepakati nilai yang ditransaksikan.
“Dalam transaksi kurban disunahkan ada ijab dan kabul. Dan al-Muaathah ini dianggap sah sebagai ijab kabul,” kata Ustaz Ali Nurdin lagi.
Dalam hal ini, lembaga filantropi adalah wakil dari mudhahhi yang akan berkurban. Akad wakalah yang dilakukan sebenarnya langsung terjadi ketika pihak mudhahhi mentransfer sejumlah dana, sesuai dengan pilihan hewan kurban yang akan dititipkan penyembelihannya kepada pihak lembaga.
Dengan demikian, lanjut Ustaz Ali, hal tersebut telah menunjukan adanya ijab dan kabul. Biasanya pihak lembaga akan meminta data mudahhi untuk memudahkan proses pelaporan.
View this post on Instagram