Rabu 30 Apr 2025 19:19 WIB

KDM Usul Vasektomi Jadi Syarat Bansos, Ini Respons PBNU

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama soal hukum vasektomi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menyampaikan arahan kepada kepala desa (kades) dan lurah se-Jabar saat Rapat Koordinasi Gawe Rancage Pak kades jueng Pak Lurah di Aula Pudai, Kota Bandung, Senin (28/4/2025). Rakor tersebut membahas strategi menurunkan angka kemiskinan, stunting, angka kematian ibu dan bayi, penyelesaian masalah sampah dan lingkungan, serta peningkatan partisipasi keluarga berencana di Jabar.
Foto: Edi Yusuf
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menyampaikan arahan kepada kepala desa (kades) dan lurah se-Jabar saat Rapat Koordinasi Gawe Rancage Pak kades jueng Pak Lurah di Aula Pudai, Kota Bandung, Senin (28/4/2025). Rakor tersebut membahas strategi menurunkan angka kemiskinan, stunting, angka kematian ibu dan bayi, penyelesaian masalah sampah dan lingkungan, serta peningkatan partisipasi keluarga berencana di Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Fahrur Rozi atau yang akrab dipanggil Gus Fahrur menanggapi usulan Gubernur Provinsi Jawa Barat (Jabar), Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang menginginkan vasektomi bagi suami sebagai syarat penerima bantuan sosial. 

Gus Fahrur tidak sepakat jika metode kontrasepsi untuk pria tersebut dijadikan sebagai syarat untuk menerima bantuan. Karena, menurut dia, masih ada perbedaan pandangan di kalangan ulama terkait hukum menggunakan vasektomi. 

 

"Saya kira tidak harus syarat vasektomi, karena masih ada perbedaan pendapat tentang hukum kehalalan melaksanakan vasektomi, mungkin cukup dengan anjuran mengikutinya Keluarga Berencana (KB) saja," ujar Gus Fahrur saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/4/2025). 

 

Dia menjelasjan, KB dalam Islam bersifat mubah atau diperbolehkan, dengan syarat tujuan dan metode yang digunakan tidak bertentangan dengan syariat Islam. 

 

"KB juga diperbolehkan untuk mengatur jarak kehamilan, menjaga kesehatan reproduksi, atau meningkatkan kesejahteraan keluarga," ucap dia. 

 

Namun, tambah dia, KB tersebut bisa menjadi haram hukumnya jika bertujuan untuk menolak anugerah Allah SWT. 

 

"KB tidak boleh dilakukan dengan tujuan menolak anugerah Allah atau menggunakan metode yang melanggar syariat, seperti sterilisasi atau aborsi," kata Gus Fahrur. 

 

Sementara itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, KH Abdul Muiz Ali mengingatkan adanya hasil keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012 lalu.

 

Dalam forum tersebut, para fakih Islam mengambil keputusan berdasarkan pada pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah-kadiah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang dikenal sebagai medis operasi pria (MOP).

 

Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV menetapkan, praktik vasektomi tetap dihukumi haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat.

 

"Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang. Namun, dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi, maka hukum bisa menjadi berbeda dengan syarat-syarat tertentu," ujar Kiai Muiz saat dihubungi Republika, Selasa (29/4/2025) malam.

 

Kelima syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen.

 

Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma) bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudarat bagi pelakunya. Terakhir, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement