REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Skema murur akan kembali dijalankan buat jamaah haji Indonesia pada musim haji tahun 2025/1446 Hijriah. Tidak hanya murur, Kementerian Agama juga akan menerapkan tanazul ketika jamaah berada di Mina.
Skema ini diberlakukan tak lain untuk mengurai kepadatan saat puncak haji di Armuzna (Arafah Muzdalifah dan Mina) yang dimulai pada 9 dzulhijah. Melalui murur dan tanazul pelaksanaan ibadah haji diharapkan dapat berjalan lancer sehingga kejadian pada 2023 tak kembali terulang.
Lantas apa itu Murur ?
Murur berasal dari bahasa Arab yang berarti 'melintas'. Sehingga jika diterapkan dalam haji, Murur dapat dimaknakan bahwa jamaah yang telah menyelesaikan wukuf di Arafah akan diarahkan langsung menuju ke Mina tidak lagi mabit di Muzdalifah seperti umumnya.
Jamaah tersebut hanya melintas di Muzdalifah melalui bus khusus yang disediakan syarikah. Tidak semua jamaah ikut murur. Mereka yang murur diutamakan bagi lansia dan disabilitas.
Di luar itu, jamaah umum juga bisa mendaftar sesuai dengan kuota yang telah ditentukan. Kemenag menetapkan sekitar 25 persen jamaah akan ikut murur. Jika dikalkulasikan sekitar 55 ribu jamaah.
"Namun pada praktiknya ada 60 ribu pada tahun lalu," ujar Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Muchlis Muhammad Hanafi saat Bimbingan Teknis PPIH Arab Saudi, Jumat (18/5/2025). Bimbingan teknis digelar dari mulai 14-20 April 2025 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.
Menurut Muchlis, pada praktik di lapangan, lansia dan pengguna kursi roda agak lama dari turun bus. Sementara flow atau arus kendaraan dari Arafah sangat cepat. Keterlambatan ini bisa memicu tumpukan sehingga membuat Mina yang sudah sempit semakin padat.
Nah, untuk mengantisipasi keterlembatan itu, maka jamaah yang mengikuti Murur, tidak akan turun di Muzdalifah. Mereka akan diarahkan langsung ke Mina. "Jadi ada 25 persen di seluruh kloter, nanti kita data sejak awal siapa yang akan menjadi peserta murur," ujarnya.