REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mendeteksi jamaah haji berisiko tinggi (risti) sejak dari tanah air. Deteksi tersebut menjadi perhatian agar jamaah bisa menuntaskan ibadah haji dengan lancar.
"Dari sejak tanah air kita identifikasi buat mereka yang sudah punya penyakit dan mesti minum obat rutin. Itu kita ingatkan supaya mereka jangan lupa bawa obatnya untuk kebutuhan selama nanti di sana," ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Lilik Marhaendro Soesilo di acara Bimbingan Teknis PPIH Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Rabu (16/4/2025).
Lilik belum bisa memastikan berapa besar jamaah berisiko tinggi. Kepastian jumlah jamaah risti baru akan terdeteksi jika semua data yang melunasi biaya haji masuk.
"Angkanya belum pasti. Ini tahun besok kan hari terakhir, pelunasan. Nah setelah pelunasan baru nanti kami olah datanya. Nanti baru kita bikin profil yang baru," ujarnya.
Sebelum pelunasan, jelas Lilik, jamaah harus memeriksa kesehatannya. Kalau dia teridentifikasi dan punya penyakit berisiko seperti diabetes, kolesterol, atau darah tinggi, maka disarankan berobat ke dokter. "Dia konsultasi dan di sana nanti kita minta supaya dokter bisa meresapkan obat apa yang mesti diminum," ujarnya.
Di sisi lain, petugas-petugas kesehatan diharapkan dapat selalu mengingatkan agar jamaah tidak sampai lupa minum obat. "Kita arahkan seperti itu Pak.
Jadi bukan berarti yang selama ini gak periksa langsung lolos," katanya.
Lilik mengungkapkan, berdasarkan data tahun lalu, 80,5 persen kematian haji pada kelompok usia lebih dari 60 tahun. Kemudian, 50,1 persen merupakan risti berat dan 31,7 persen risti sedang. Risti berat yakni mereka yang punya penyakit jantung atau lansia dengan dua atau lebih komorbid. Total angkat kematian pada Risti berat sebanyak 231 kasus. "Angka yang wafat yang tahun kemarin sekitar 0,2 persen," ujarnya.
View this post on Instagram