REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Microsoft telah memecat insinyur perangkat lunak, Ibtihal Aboussad setelah melakukan protes publik terhadap penyediaan teknologi kecerdasan buatan oleh perusahaan kepada militer Israel. CNBC melaporkan pemecatan tersebut pada Senin (7/4/2025), mengutip komunikasi internal perusahaan.
Aboussad yang bekerja di divisi AI Microsoft di Kanada, melancarkan protes tersebut pada acara ulang tahun ke-50 perusahaan pada Jumat lalu. Aboussad secara langsung berhadapan dengan Mustafa Suleyman, CEO Microsoft AI, dan menuduh perusahaan teknologi raksasa itu membantu kejahatan perang.
“Anda mengaku peduli dengan penggunaan AI untuk kebaikan, tapi Microsoft menjual senjata AI kepada militer Israel, 50.000 orang (Palestina) telah wafat, dan Microsoft mendukung genosida di wilayah kami,” kata Aboussad, dikutip dari laman Days of Palestine, Selasa (8/4/2025).
Petugas keamanan secara paksa mengeluarkannya dari tempat tersebut karena Aboussad terus mengecam Suleyman dan Microsoft sebagai “pencatut perang (pencari keuntungan dari perang).”
Tak lama setelah kejadian tersebut, Aboussad mengirimkan email kepada para eksekutif Microsoft, termasuk CEO Satya Nadella.
"Saya tidak mendaftar untuk menulis kode yang melanggar hak asasi manusia,” tulisnya, sambil melampirkan sebuah petisi berjudul No Azure for Apartheid, yang menyerukan kepada Microsoft untuk mengakhiri kerja samanya dengan Kementerian Pertahanan Israel.
Microsoft menolak tindakannya sebagai “kesalahan yang disengaja” dan menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja sama adalah “satu-satunya tanggapan yang tepat.”
Protes tersebut tidak sendirian. Pada acara ulang tahun perusahaan yang terpisah di hari yang sama, seorang insinyur lain, Vaniya Agrawal, secara terbuka mengkritik kemitraan pertahanan Microsoft. Meskipun dia telah berencana untuk mengundurkan diri pada pekan berikutnya, Microsoft mempercepat pemecatannya, dengan menuduh bahwa dia telah menyebabkan gangguan.
Dalam pernyataannya, Agrawal menegaskan bahwa Microsoft telah berevolusi menjadi produsen senjata digital yang mendukung pengawasan, apartheid, dan genosida.
"Dengan bekerja untuk perusahaan ini, kita semua terlibat,” ujar Agrawal.
Para pembangkang internal ini telah menyoroti keterikatan Microsoft dengan militer Israel yang semakin meningkat. Saat perusahaan ini memperingati ulang tahunnya yang ke-50.
Investigasi independen dan laporan media telah menemukan kontribusi signifikan dari Microsoft terhadap infrastruktur militer Israel.
Menurut Data Center Dynamics, Microsoft telah menyediakan sekitar 10 juta Dolar AS (Rp 168,3 Miliar) dalam bentuk komputasi awan dan layanan penyimpanan untuk tentara Israel, termasuk angkatan udara, angkatan laut, dan sektor intelijen, terutama melalui platform Azure.
Dilansir dari Anadolu Agency, Microsoft telah menyediakan layanan bahasa tingkat lanjut untuk militer Israel, seperti alat penerjemahan, kemampuan speech-to-text, dan analisis dokumen otomatis.
Konsumsi layanan AI Azure di Israel melonjak tujuh kali lipat pada Oktober 2023. Pada Maret 2024, penggunaan telah meningkat secara mengejutkan sebesar 6,300 persen dibandingkan dengan tingkat sebelum perang.
Microsoft juga telah memungkinkan pasukan pertahanan Israel untuk menggunakan model AI mutakhir, termasuk GPT-4 dari OpenAI, untuk analisis data dan identifikasi target. Penggunaan ini dilaporkan meningkat dua puluh kali lipat pada awal tahun 2024.
Seperti yang dilaporkan The Guardian, Israel juga telah membayar Microsoft jutaan dolar untuk 19.000 jam pertemuan pelatihan teknik antara Oktober 2023 sampai Juni 2024 untuk mengembangkan aplikasi AI khusus. Komunikasi internal diduga menyebut beberapa staf Microsoft sebagai anggota Unit 8200 Israel, divisi intelijen siber elit militer.
Organisasi-organisasi hak asasi manusia (HAM) menuduh Microsoft terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, dan memperingatkan bahwa teknologinya digunakan untuk melakukan genosida.
Pemecatan Aboussad dan Agrawal telah memicu keprihatinan yang meluas di antara para pendukung hak-hak digital dan telah mengintensifkan pengawasan terhadap dimensi etis dari penyebaran AI perusahaan dalam perang.