Senin 07 Apr 2025 20:29 WIB

Khasiat Kopi Menurut Ibnu Sina

Tidak hanya meneliti khasiat kopi, Ibnu Sina juga membuat klasifikasi.

Kopi (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kopi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khasiat kopi sudah menjadi topik para ilmuwan sejak zaman dahulu. Pada abad ke-10 M, saintis Muslim Ibnu Sina (980-1037) membahas efek kopi dalam perspektif medis. Itu diungkapkan melalui karyanya, Al-Qanun fi al-Tibb.

Ahli kedokteran yang fasih berbahasa Persia itu menerangkan bahwa kopi berasal dari Yaman. Tumbuhan itu sudah banyak ditanam di Jazirah Arab dan sekitarnya pada zamannya hidup.

Baca Juga

Lebih jauh, Ibnu Sina juga mengklasifikasi jenis-jenis kopi. Menurutnya, kopi yang baik dan unggul mesti berwarna kuning dan bobotnya ringan. Adapun kopi berwarna putih dan cenderung berat adalah yang buruk.

Ibnu Sina mengakui beberapa manfaat meminum air kopi, semisal dapat mempertahankan kesehatan tubuh, membuat kulit menjadi bersih, dan mengurangi kelembapan kulit. Aroma kopi juga dinilainya menstimulus kesehatan tubuh dan pikiran.

Selain kelompok sufi, para jamaah haji juga berjasa dalam memopulerkan kopi ke seluruh dunia. Abdul Qadir al-Jaziri, yang menulis Umdat Al-Safwa pada 1587, menceritakan penyebaran kopi di dunia Islam. Katanya, kopi sampai di Makkah pada abad ke-15 M.

Kedai-kedai kopi marak bermunculan di kota yang selalu ramai tiap musim haji. Pengunjungnya tidak hanya dari kalangan warga setempat, tetapi para jamaah haji dari berbagai negeri. Mereka mencicipi kopi dan terkesan akan rasa minuman tersebut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Abdul Qadir juga menuliskan ihwal persiapan, penggunaan, kebaikan, dan manfaat dari meminum kopi. Dikatakannya pula, setelah kopi mencapai Makkah dan Madinah, para jamaah haji dan para pedagang menyebarkannya ke wilayah Islam lainnya.

Hanya saja, keberadaan kedai-kedai mulai mengundang kecurigaan rezim penguasa. Ada tuduhan bahwa kedai berperan sebagai titik temu kelompok-kelompok yang ingin menghasut tatanan politik masyarakat. Karenanya, cukup banyak kedai yang dipaksa tutup, termasuk kasus pada 1511.

Benih-benih dari apa yang kini marak disebut sebagai parisian café sudah tampak pada zaman keemasan Islam. Abdul Qadir dalam karyanya tersebut menyuarakan arti penting kedai-kedai kopi sebagai tempat pertemuan publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement