REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di dalam masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal bernama Abu Hurairah telah diangkat jadi pemungut zakat. Setelah menunaikan tugas memungut zakat, Abu Hurairah kembali ke Madinah dan menyerahkannya kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk dimasukkan ke dalam Baitul Maal.
Setorannya baik, tanggungjawabnya selesai, dan tidak ada yang mencurigakan. Tetapi di tangan Abu Hurairah ada satu barang yang tidak diserahkannya.
Khalifah Umar bin Khattab bertanya, "Anna Laka Hadza (Ini dari mana kamu dapat)?"
Kemudian, Abu Hurairah menjawab bahwa barang itu adalah hadiah salah seorang pembayar zakat untuk dirinya sendiri.
Mendengar hal itu, dengan tegas Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan supaya barang itu juga diserahkan untuk Baitul Maal. Sebab kalau bukan karena Abu Hurairah diutus untuk memungut zakat, tidak ada suatu sebab bagi Abu Hurairah menerima hadiah itu.
Kemudian dari masa ke masa, kalimat “Anna Laka Hadza" yang artinya "dari mana kamu dapat ini" telah jadi kata bersayap dalam pemerintahan Islam, untuk mengadakan pemeriksaan kekayaan pejabat-pejabat negara.
Pada zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dikisahkan pengawas Baitul Maal menghadiahkan sebuah kalung emas untuk putri khalifah. Karena merasa bahwa hal itu tidak patut, sebab khalifah terlalu keras menjaga, sehingga tidak ada pungutan kekayaan untuk diri khalifah sendiri atau untuk anak-anak khalifah.
Setelah putrinya kelihatan memakai kalung itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz bertanya, "Anna Laka Hadza?"
Putri khalifah menjawab bahwa itu adalah hadiah yang pantas diterima.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera memerintahkan agar barang itu segera ditanggalkan, sebab barang itu adalah kepunyaan kaum Muslimin (kepunyaan negara, menurut istilah kita sekarang).
Kemudian, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengancam putrinya itu dengan membaca ayat ini, bahwasanya orang yang berbuat curang akan datang dengan barang yang dicuranginya itu pada hari kiamat. (Yakni QS Ali Imran Ayat 161)
"Takutlah kau wahai anakku yang tercinta, bahwa engkau kelak akan datang ke hadapan Mahkamah Tuhan dengan barang yang kau curangi ini dan akan diselidiki dengan seksama,” ujar khalifah kepada putrinya.
Langsung barang itu dikembalikan ke dalam Baitul Maal.
Demikian disampaikan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar saat menafsirkan QS Ali Imran Ayat 161.
Buya Hamka bernama lengkap Profesor Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah menerangkan mengatakan, melihat dan menilik pelaksanaan Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz ini, nyatalah bahwa komisi yang diterima oleh seorang menteri, karena menandatangani suatu kontrak dengan satu penguasa dari luar negeri dalam pembelian barang-barang keperluan menurut rasa halus iman dan Islam adalah korupsi juga namanya.
Kita katakan menurut rasa halus iman dan Islam, ialah guna jadi pedoman bagi pejabat-pejabat tinggi suatu negara, bahwa lebih baik bersih dari kecurigaan umat.
Mungkin dalam ilmu fiqih ada yang menghalalkan itu, namun rasa halus agama lebih dalam dari semata-mata fiqih. Dengan semata-mata fiqih kita dapat mencari seorang kiai untuk menjadi pokrol (sebutan untuk pembela hukum). Tetapi rasa iman yang mendalam dalam jiwa kita sendiri akan selalu mengetuk memberi ingat kesalahan itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala ini berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Wa mā kāna linabiyyin ay yagull(a), wa may yaglul ya'ti bimā galla yaumal-qiyāmah(ti), ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).
Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi. (QS Ali Imran Ayat 161)
Tafsir Al-Azhar menerangkan bahwa di dalam ayat ini terdapat kalimat Yaghulla dan Yaghlul, yang kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata curang.
Di dalam kamus Arabi tersebut arti ghalla - yaghullu - ghallan, yaitu seseorang mengambil suatu barang, kemudian memasukkan barang itu dengan sembunyi-sembunyi ke dalam kumpulan barang-barang miliknya yang lain.
Kemudian dipakailah kalimat ini untuk orang yang mendapat harta rampasan perang (ghanimah), lalu sebelum barang itu dibagi dengan adil oleh Kepala Perang, telah lebih dahulu disembunyikannya ke dalam barang miliknya sendiri. Sehingga barang itu tidak masuk dalam pembahagian. Maka samalah keadaan itu dengan mencuri.
Karena menurut peraturan perang, harta rampasan itu dikumpulkan menjadi satu terlebih dahulu setelah perang. Baik besar ataupun kecil. Lalu oleh Kepala Perang barang itu dibagikan secara adilnya, walaupun menurut kebijaksanaan beliau barang yang didapat oleh si fulan diserahkan pula kepadanya, untuk dimilikinya sendiri. Tetapi yang terlebih dahulu hendaklah semuanya dijadikan hak Baitul-Maal. Maka orang yang bersikap curang main ghalul itu dipandang sebagai orang yang berkhianat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللّٰهِ كَمَنْۢ بَاۤءَ بِسَخَطٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰىهُ جَهَنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
Afamanittaba‘a riḍwānallāhi kamam bā'a bisakhaṭim minallāhi wa ma'wāhu jahannam(u), wa bi'sal-maṣīr(u),
Apakah orang yang mengikuti (jalan) rida Allah sama dengan orang yang kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempatnya adalah (neraka) Jahanam? Itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS Ali Imran Ayat 162)