Ahad 23 Mar 2025 14:01 WIB

Raih Lailatul Qadar, Ikuti Teladan Nabi

Rasulullah SAW meningkatkan intensitas ibadah di 10 hari terakhir Ramadhan.

ILUSTRASI Seorang muslim berdoa saat Lailatul Qadar di Masjid Agung Sheikh Zayed
Foto: EPA-EFE/ALI HAIDER
ILUSTRASI Seorang muslim berdoa saat Lailatul Qadar di Masjid Agung Sheikh Zayed

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ummul mukminin, 'Aisyah binti Abu Bakar RA meriwayatkan sebuah hadis tentang perilaku Nabi Muhammad SAW menjelang Ramadhan berakhir. Isi hadis tersebut sebagai berikut.

Rasulullah SAW, apabila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, selalu menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggangnya (HR Bukhari dan Muslim).

Baca Juga

Dari hadis tersebut, dapat kita petik pelajaran. Satu hal yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah SAW setiap akhir Ramadhan adalah beriktikaf di masjid. Bahkan, pada Ramadhan di tahun wafatnya, beliau melakukan iktikaf selama 20 hari.

Hal itu menunjukkan betapa keutamaan ibadah ini. Menurut para ulama, iktikaf (i'tikaf) adalah berdiam diri atau tinggal di masjid dengan adab-adab tertentu. Itu dilakukan pada rentang waktu tertentu dengan niat ibadah mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.

Iktikaf disyariatkan dalam rangka menyucikan hati dan pikiran dari segala macam urusan duniawi. Menurut pandangan ulama, hukum ibadah ini terdiri atas dua macam, yakni sunah dan wajib.

Iktikaf sunah dilakukan secara sukarela, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Contohnya adalah iktikaf 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Adapun iktikaf wajib yakni yang didahului dengan janji atau nazar. Misanya, seorang berujar bahwa kalau Allah SWT menyembuhkan penyakitnya, maka ia akan beriktikaf. Ketika Allah sudah mengangkat penyakit dari tubuhnya, maka ia mesti melakukan iktikaf.

Kapan ibadah iktikaf itu dilakukan? Untuk iktikaf wajib, tergantung pada berapa lama waktu yang dinazarkan. Adapun untuk iktikaf sunah, tidak ada batasan waktu tertentu. Pelaksanaannya bisa kapan saja, pada malam atau siang hari, dan lainnya. Durasinya pun bisa berapa saja, lama atau bisa juga singkat.

Menurut mazhab Hanafi, durasi minimal iktikaf ialah antara sekejap hingga tanpa batas waktu tertentu. Iktikaf bisa dilakukan sekadar berdiam diri dalam masjid, asalkan dengan niat. Adapun bagi Mazhab Maliki, waktunya adalah sehari semalam.

Menurut mazhab Hambali, waktunya satu jam saja. Mazhab Syafi'i menilai, durasi iktikaf bisa sesaat atau sejenak, yakni yang dapat dikatakan seseorang berdiam diri.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Terlepas dari perbedaan pendapat tadi, waktu iktikaf yang paling utama (afdhal) termasuk pada bulan suci Ramadhan. Ini dipraktikkan langsung oleh Rasulullah SAW, khususnya pada 10 hari terakhir bulan puasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement