REPUBLIKA.CO.ID, GAZA-Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengatakan bahwa penjajah Israel berbalik melawan kesepakatan gencatan senjata, menghindari komitmennya, dan terus melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina di tengah-tengah keheningan internasional yang memalukan.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menambahkan bahwa gerakan ini berkomitmen pada perjanjian tersebut hingga saat terakhir dan ingin melanjutkannya, namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mencari jalan keluar dari krisis internalnya.
"Lebih memilih untuk menyalakan kembali perang dengan mengorbankan darah rakyat kami," kata Hamas sebagaimana dikutip dari Aljazeera, Rabu (19/3/2025).
Tentara penjajah Israel melanjutkan agresinya di Jalur Gaza pada Selasa (18/3/2025) subuh, menewaskan 424 orang dan melukai lebih dari 560 orang lainnya, dan jumlahnya masih terus bertambah, menurut statistik Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza dan sumber-sumber yang berbicara kepada Aljazeera.
Mengapa kembali berperang?
Kembalinya Israel untuk melancarkan agresi ke Jalur Gaza lagi dan dengan kekerasan seperti itu dijelaskan oleh para analis dalam berbagai tingkatan, tetapi ada dua poros utama yang menjelaskan hal ini yaitu yang pertama adalah alasan politis murni yang berkaitan dengan kinerja pemerintah Israel dan keputusan-keputusan Netanyahu baru-baru ini.
Sedangkan yang kedua adalah tekanan terhadap Hamas untuk mencapai kesepakatan yang memenuhi keinginan Netanyahu dan pemerintahan Amerika Serikat.
Dalam sebuah wawancara dengan Aljazeera Net, peneliti urusan politik Mohammed Ghazi al-Jamal menguraikan hal ini sebagai berikut:
- Ketika Netanyahu melanjutkan agresi ke Gaza, ia menghindari tuntutan internal terkait pemecatan kepala Badan Keamanan Internal (Shin Bet), Ronen Bar.
- Kekhawatiran bahwa pemerintah Israel saat ini akan berantakan dan tidak dapat meloloskan undang-undang anggaran pada akhir bulan ini.
- Perang menjamin persatuan para ekstremis Israel, bahkan dengan mengorbankan darah rakyat Gaza.
Mustafa Ibrahim, seorang peneliti yang berspesialisasi dalam urusan Israel, percaya bahwa agresi Israel ke Gaza tidak mencapai tujuannya selama lebih dari 15 bulan, baik yang terkait dengan melenyapkan Hamas maupun membebaskan tahanan Israel yang ditahan di Jalur Gaza.