REPUBLIKA.CO.ID, SAN'A — Kelompok Bersenjata Houthi di Yaman mengumumkan dimulainya kembali blokade laut terhadap semua kapal Israel di Laut Merah, Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden.
Keputusan Sanaa muncul setelah berakhirnya tenggat waktu yang ditetapkan oleh pemimpin Ansar Allah Abdul-Malik al-Houthi bagi para mediator untuk menekan pendudukan Israel agar membuka kembali penyeberangan perbatasan Gaza dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah yang terkepung.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Selasa (11/3/2025), Angkatan Bersenjata Houthi mengumumkan pemberlakuan blokade segera. Kelompok ini mengeluarkan peringatan bahwa setiap kapal Israel yang mencoba melanggar pembatasan akan menjadi sasaran di dalam zona operasional yang ditentukan, lapor Al Mayadeen.
Militer Houthi menekankan bahwa blokade akan tetap berlaku sampai pendudukan Israel mematuhi permintaan untuk membuka kembali penyeberangan perbatasan Gaza dan memfasilitasi masuknya makanan pokok dan pasokan medis.
Pernyataan tersebut menegaskan kembali solidaritas Yaman yang tak tergoyahkan dengan rakyat Palestina, khususnya di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki. Sikap tegas Houthi pun menegaskan kembali komitmennya untuk berdiri di samping perlawanan Palestina.
Kelaparan mengancam Gaza
Juru bicara Hamas Hazem Qassem memperingatkan pada Selasa bahwa Gaza tengah menghadapi tahap awal kelaparan yang sesungguhnya karena blokade pendudukan Israel yang terus berlanjut terhadap pasokan makanan selama sepuluh hari berturut-turut. Ia menekankan bahwa situasi kemanusiaan telah mengerikan sejak dimulainya agresi Israel.
Dalam sebuah pernyataan, Qassem menyoroti buruknya krisis pangan yang melanda daerah kantong yang terkepung itu. Menurut dia, pasokan penting hampir habis akibat blokade yang sedang berlangsung. Ia mencatat bahwa penutupan penyeberangan perbatasan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap perjanjian gencatan senjata, yang menetapkan aliran bantuan kemanusiaan tanpa batas.
Hamas mengutuk tindakan pendudukan Israel. Kelompok perjuangan itu menyebut blokade itu sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa.
Gerakan itu menggambarkannya sebagai kejahatan perang yang mencolok dan hukuman kolektif terhadap warga sipil. Hamas memperingatkan bahwa pengepungan telah menyebabkan melonjaknya harga pangan dan kekurangan pasokan medis yang parah di tengah meningkatnya bencana kemanusiaan.
Kelompok tersebut juga menunjukkan bahwa penutupan tempat penyeberangan menghambat upaya pemulihan dan rekonstruksi di Gaza. Larangan masuknya peralatan berat telah menghambat tim bantuan dalam melaksanakan tugas mereka.