Selasa 25 Feb 2025 17:14 WIB

Ketika Para Saksi Salah Lihat Hilal Awal Ramadhan, Mereka Didera dan Dipenjara

Penetapan awal Ramadhan dilakukan secara bersama-sama

Tim Hisab Rukyat melakukan pemantauan rukyatul hilal (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Tim Hisab Rukyat melakukan pemantauan rukyatul hilal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kaum Muslimin sepanjang sejarah kerap melakukan pemantauan penampakan bulan sabit Ramadhan secara akurat sesuai dengan kemampuan mereka di setiap kota dan negara.

Masalah ini berkembang dengan datangnya era Abbasiyah hingga para hakim menjadi pengawas upacara penampakan bulan sabit dan mendokumentasikan kesaksian untuk konfirmasi, seperti yang terjadi pada hari ini dalam pekerjaan panitia yang mengawasi, mendokumentasikan, dan mengumumkan penampakan bulan sabit Ramadhan di bulan Ramadhan.

Baca Juga

Dalam 'Wafyat al-A’yan’ sejarawan Ibnu Khalikan al-Syafi'i (wafat 681 H/1282 M) mengatakan bahwa pakar hadits dari Mesir, Abdullah bin Lahia al-Hadrami (wafat 172 H/1788 M), adalah yang ditunjuk oleh Khalifah Abbasiyah al-Mansur (158 H/776 M) pada tahun 155 H/773 M sebagai hakim di Mesir.

"Hakim pertama yang datang untuk melihat bulan sabit di bulan Ramadhan, dan para hakim terus melakukannya hingga sekarang, yaitu pada akhir abad ketujuh H/13 M,” tulis Ibnu Khalikan.

Pengembara Maroko, Ibnu Battuta (wafat 779 H/1377 M) datang ke Mesir pada tahun 725 H/1325 M dan menyaksikan upacara bulan sabit Ramadhan di Kota Abyar di Mesir utara, ketika dia tinggal di rumah hakim kota tersebut, Izzuddin al-Maliji al-Syafi'i (wafat 793 H/1391 M).

Dia mengatakan, dalam kitabnya Rihlah: "Saya pernah menghadiri 'Hari Lutut', sebagaimana mereka menyebutnya sebagai hari menjelang bulan sabit Ramadhan. Kebiasaan mereka adalah para ahli hukum dan tokoh-tokoh kota berkumpul setelah sore hari tanggal dua puluh sembilan bulan Sya'ban di rumah hakim...Ketika mereka semua telah berada di sana, maka hakim dan semua orang yang bersamanya berkendaraan, diikuti oleh semua laki-laki, perempuan, budak, dan anak-anak kota.

Mereka pergi ke tempat yang tinggi di luar kota, yang merupakan tempat pengamatan hilal mereka. Tempat tersebut dilengkapi dengan permadani dan kasur, di mana hakim dan orang-orang yang bersamanya tinggal dan melihat hilal, kemudian mereka kembali ke kota setelah salat maghrib, dengan membawa lilin, suluh, dan lentera, dan para pemilik toko menyalakan lilin di toko-toko mereka, dan orang-orang tiba bersama hakim di rumahnya dan pergi, sebagaimana yang mereka lakukan setiap tahun."

Imam al-Dzahabai (wafat 748 H/1347 M), dalam bukunya Tarikh Islam menyebutkan bahwa pada tahun 624 H/1227 M, hakim Imaduddin Abu Shalih Nasr bin Abd al-Razzaq al-Jili al-Baghdadi (wafat 633 H/1236 M) mengandalkan kesaksian dua orang dari Baghdad pada 624 H/1227 M.

Al-Dzahabai mengatakan bahwa pada malam kedua bulan sabit diamati, tetapi tidak terlihat, dan para saksi keliru, dan beberapa sahabat Abu Saleh [hakim] berbuka puasa, sehingga mereka menangkap enam orang tokoh mereka dan mereka mengaku, sehingga mereka dihukum dengan dera dan dipenjara, kemudian mereka yang bersaksi dibawa dan dipenjara dan masing-masing dipukuli sebanyak lima puluh kali.

Karena kesalahan ini, massa memberontak terhadap hakim sampai. "Abu Salih berlindung di Rusafa [Baghdad] di rumah seorang penenun, dan kerumunan orang berkumpul di Gerbang Azaj dan dicegah untuk masuk, kemudian dia dibebaskan setelah akhir Syawal.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement