REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Isra' Mi'raj merupakan peristiwa yang agung, di mana ada semacam dialog bahasa langit antara Muhammad dan malaikat, para nabi, dan bahkan dengan Allah SWT. Peristiwa Isra' sendiri telah digambarkan dalam surat Al Isra' ayat 1.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya: "Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Isra' [17]:1)
Lalu muncul pertanyaan, mengapa dalam ayat tersebut Allah hanya menyebut hamba untuk Nabi Muhammad?
Menjawab pertanyaan tersebut, Ahli Tafsir Alquran, Prof M Quraish Shihab menjelaskan bahwa awal surat Isra' itu memang sangat unik, karena semua kata demi kata pada ayat itu memiliki makna.
"Dimulai dengan kata Subhana, Subhana itu digunakan untuk sesuatu yang luar biasa, yang aneh dan menakjubkan," ujar Prof Quraish dalam acara talk show bertema "Membumikan Bahasa Langit: Membincang Kemuliaan Ibadah Sholat" di Masjid Istiqlal Jakarta, Senin (27/1/2025).
Kedua, kata asra’ dalam ayat tersebut juga dapat dipahami bahwa Isra’ Nabi Muhammad terjadi di waktu malam hari. Penyebutan lailan, dengan bentuk isim nakirah, yang berarti “malam hari” juga untuk menggambarkan bahwa kejadian Isra’ itu mengambil waktu malam yang singkat.
"Asra' itu artinya perjalanan malam, tapi ditambah lagi dengan Lailan," ucap Prof Quraish.
Lalu yang ketiga, Allah menyebut Muhammad sebagai seorang hamba. Menurut Prof Quraish, justru Allah menggunakan kata Abdihi untuk Muhammad karena kata tersebut mengandung sifat yang termulia.
"Sifat yang termulia adalah sifat yang intinya ditugaskan untuknya untuk melakukannya. Sehingga ketika Allah menyatakan //wama khalaqtul jinna wal insa illa liya'budun, kecuali mengabdi beribadah kepadaku, kalau demikian sifat yang termulia adalah menjadi 'Abdi', menjadi hamba ilahi," jelas Prof Quraish.
Dia menambahkan, ketika berbicara tentang hamba itu sendiri ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, yaitu hamba tidak memiliki sesuatu, sehingga ketika memiliki sesuatu itu bukan milik Anda tapi milik Tuhan.
Kedua, hamba itu hanya melakukan kegiatan yang diperintahkan oleh Tuhannya dan yang dilarang dihindari. Ketiga, hamba itu dalam bahasa itu juga berarti alat, sehingga hamba juga bisa dipahami sebagai alat Tuhan.
"Itu sebabnya dikatakan hamba di sini (dalam surat Al Isra', bukan menyebut nama Muhammad," kata Prof Quraisy.