Selasa 21 Jan 2025 16:04 WIB

Pertama Kali, Trump Undang Rabi Yahudi Penentang Israel ke Gedung Putih

Rabi Yahudi penentang Israel diapresiasi Trump.

Donald Trump mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik sebagai presiden Amerika Serikat ke-47 oleh Ketua Hakim John Roberts pada Pelantikan Presiden ke-60 di Rotunda US Capitol, Washington, Senin (20/1/2025) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Morry Gash
Donald Trump mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik sebagai presiden Amerika Serikat ke-47 oleh Ketua Hakim John Roberts pada Pelantikan Presiden ke-60 di Rotunda US Capitol, Washington, Senin (20/1/2025) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden terpilih AS Donald Trump mengundang Aaron Teitelbaum, pemimpin gerakan anti-Zionis Hasidut Satma, ke pertemuan di Gedung Putih.

Menurut tim kampanye Trump, tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mengungkapkan “terima kasih atas dukungan Al-Admour kepada presiden selama pemilu,” dan Trump menganggap “berkah” Al-Admour merupakan faktor penting dalam keberhasilannya dalam pemilu, dan meminta “berkah” lain darinya sebelum memangku jabatan.

Baca Juga

Sebaliknya, sumber yang terlibat dalam pengorganisasian pertemuan tersebut mengatakan, “Trump mengundang Teitelboim karena keinginannya untuk bangga dengan hubungan kuat yang dia bangun dengan komunitas Haredi selama kampanye pemilu.”

Situs web Israel Ynet menunjukkan bahwa ini adalah pertama kalinya dalam sejarah seorang presiden Amerika yang sedang menjabat bertemu dengan seorang pemimpin Hasid dalam pertemuan resmi di Gedung Putih.

Hasidisme

Patut dicatat bahwa Hasidisme adalah cabang dari Haredisme (Yahudi ortodoks). Setiap Hasid adalah Haredi, tetapi tidak sebaliknya. Hasidisme mirip dengan tasawuf dan memiliki apa yang bisa disebut syekh (atau mursyid) dari suatu ordo yang disebut Admur singkatan dari kelompok kata: “Tuan kami, guru kami, dan rabi kami,” menurut media Israel.

Disebutkan juga bahwa gerakan Hassidut “Satmar” dikenal karena penolakannya yang tegas terhadap Zionisme dan pendirian apa yang disebut “Negara Israel”, dan percaya bahwa pendiriannya adalah “ketidakpercayaan terhadap Taurat dan bertentangan dengan kehendak Israel. Tuhan."

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement