Senin 20 Jan 2025 19:05 WIB

MLH Muhammadiyah Minta Audit Semua yang Terkait Pagar Laut

Pagar laut dinilai menjadi ancaman nyata bagi ekosistem pesisir.

Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.
Foto: Republika/Edwin Putranto
Personil TNI AL bersama warga membongkar pagar laut di Perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). TNI Angkatan Laut bersama dengan nelayan membongkar pagar laut misterius sepanjang 30,16 km di Kabupaten Tangerang, secara manual. Pembongkaran pagar laut dipimpin langsung oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigadir Jenderal (Mar) Harry Indarto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten terus menuai polemik. Struktur yang menyerupai labirin dengan pintu-pintu kecil setiap 400 meter itu tak hanya mengganggu aktivitas nelayan, tetapi juga memunculkan dugaan adanya perencanaan reklamasi terselubung.

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), bagian dasar pagar tersebut telah dibagi menjadi kotak-kotak, menyerupai zona proyek reklamasi.

Baca Juga

Djihadul Mubarok, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, turut menyuarakan keprihatinannya terhadap kasus ini. "Pagar laut ini adalah ancaman nyata bagi kelangsungan ekosistem pesisir dan penghidupan masyarakat nelayan. Pemerintah harus bersikap tegas untuk membongkar motif di balik pemasangan ini," ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam setiap kebijakan pembangunan di wilayah pesisir. "Masyarakat pantai, terutama nelayan, adalah penjaga pertama ekosistem laut kita. Setiap keputusan yang diambil tanpa melibatkan mereka hanya akan memperburuk konflik sosial dan merusak keseimbangan lingkungan,"ujar Djihadul.

Polemik ini membuka diskusi yang lebih luas mengenai tata kelola wilayah pesisir. Pemasangan pagar laut tanpa izin tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem. Wilayah pesisir Tangerang dinilai merupakan habitat bagi beragam biota laut yang menjadi penopang ketahanan pangan lokal.

photo
Djihadul Mubarok - (dokpri)

Djihadul menambahkan bahwa perencanaan reklamasi yang tersembunyi di balik proyek seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah. "Jika benar ada proyek reklamasi terselubung, itu berarti telah terjadi pelanggaran besar terhadap regulasi tata ruang dan lingkungan. Perlu ada audit menyeluruh untuk memastikan tidak ada praktik ilegal yang merugikan masyarakat," tegas dia.

Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah menyerukan tindakan kolektif untuk menghentikan praktik yang merusak ekosistem pesisir. Djihadul menekankan pentingnya membangun tata kelola yang berbasis keadilan dan keberlanjutan.

"Keberlanjutan ekosistem pesisir tidak bisa ditawar-tawar. Pemerintah harus segera melakukan penyelidikan menyeluruh, menghukum pihak yang melanggar, dan memastikan bahwa wilayah pesisir tetap menjadi milik bersama, bukan untuk segelintir pihak," ujar dia.

Kasus pagar laut di Tangerang ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali komitmen semua pihak dalam menjaga kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat pesisir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement