REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis kajian Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syaroni Rofii memandang Qatar berperan penting dalam tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara kelompok perjuangan Palestina Hamas dan Israel yang mengakhiri 15 bulan penderitaan warga Gaza.
"Ini buah dari usaha keras para pihak yang mengupayakan gencatan, terutama pihak Qatar yang memang sejak awal menjadi mediator dua pihak yang bertikai," kata akademisi Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI ini.
Muhammad Syaroni Rofii mengatakan gencatan senjata itu juga dapat dilihat sebagai upaya Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk meninggalkan warisan baik sebelum masa jabatannya berakhir seiring dengan pelantikan Donald Trump sebagai presiden AS pada 20 Januari 2025.
"Ada info juga yang mengatakan bahwa ini merupakan inisiatif dari timnya Donald Trump untuk memuluskan strategi di Timur Tengah sebelum dilantik menjadi Presiden AS," ucapnya.
Lebih dari itu, kata Syaroni, gencatan senjata itu menjadi harapan banyak pihak di kawasan mengingat konflik Gaza, wilayah kantong Palestina, itu sudah berlangsung lebih dari setahun dan berdampak luas.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan poin kesepakatan gencatan senjata itu, akan dilakukan pertukaran tawanan secara bertahap dan masyarakat Gaza yang sebelumnya mengungsi di kamp-kamp dapat pulang ke rumah mereka.
"Artinya para pihak menginginkan jaminan kepastian dari proses perdamaian ini. Dengan adanya jaminan dari Qatar, Mesir dan AS, masyarakat internasional tentu berharap Gaza bisa hidup normal," katanya.