Selasa 14 Jan 2025 13:12 WIB

Ketika Kitab Ihya Ulumiddin Imam Ghazali Dibakar di Andalusia Spanyol, Apa Pemicunya?

Kitab Ihya Ulumiddin dibakar selcara luas oleh pemerintah Islam di Spanyol

Ihya Ulumuddin. Kitab Ihya Ulumiddin dibakar selcara luas oleh pemerintah Islam di Spanyol
Foto: Dok Istimewa
Ihya Ulumuddin. Kitab Ihya Ulumiddin dibakar selcara luas oleh pemerintah Islam di Spanyol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Fenomana pembakaran kitab para ulama oleh pemerintahan yang berkuasa adalah jamak terjadi pada era dinasti-dinasti Islam.

Salah satu kejadian yang tercatat dalam hal ini adalah apa yang terjadi pada masa Ali ibn Tashfin (wafat 538 H/1143 M), sultan dari negara Almoravid di Andalusia dan Barat Islam.

Baca Juga

Al-Dzahabi dalam kitabnya As-Siyar fi A’lam an-Nubala menggambarkannya sebagai seorang yang sangat menghargai para ulama dan penasihat mereka, tetapi lebih condong pada masanya karya-karya fikih berikut cabang displin ilmu darinya, hingga mereka malas terhadap hadits dan sejarah, filsafat dihina, dan ilmu kalam dimuliakan dan dibenci.

Sebagai akibat dari penjelek-jelekan ilmu kalam dan filsafat ini, orang-orang pada masa itu mengkafirkan siapa saja yang tampak mendalami ilmu kalam. 

Para ahli hukum memutuskan bersama Amir kaum Muslimin Ali bin Tasyfin bahwa ilmu kalam itu jelek, para pendahulu membencinya, dan meninggalkan mereka yang mendalami ilmu kalam, dan ilmu kalam adalah bidah dalam agama, dan dapat menyebabkan perbedaan keyakinan, menurut catatan Abd al-Wahid al-Maraksyi (wafat 647 H/1249 M) dalam al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar al-Maghrib.

Al-Maraksyi menambahkan bahwa dalam suasana yang tidak bersahabat bagi studi Kalam dan filsafat inilah Emir Ali bin Tashfin mengadopsi posisi-posisi para ahli hukum terhadap apa pun yang bertentangan dengan yurisprudensi resmi negara, mazhab Maliki.

Setelah Emir menjadi tertanam kuat dalam dirinya membenci ilmu kalam dan orang-orangnya, maka dia menulis tentang hal itu setiap saat ke negara dengan penekanan untuk tidak mempelajari ilmu tersebut dan mengancam siapa pun yang ditemukan memiliki buku-bukunya.

Ketika buku-buku Abu Hamid al-Ghazali, masuk ke wilayah Islam di Barat hingga Andalusia Spanyol, Emir kaum Muslimin memerintahkan untuk membakarnya, dan mengeluarkan ancaman yang keras berupa pertumpahan darah dan pemusnahan harta kepada siapa pun yang ditemukan memiliki salah satu dari buku-buku tersebut.

Tampaknya efek dari keputusan resmi untuk membakar buku-buku al-Ghazali, meskipun pembakaran yang sebenarnya terbatas pada kitabnya  Ihya Ulumuddin, diperpanjang selama hampir empat puluh tahun, selama pemerintahan Emir 'Ali bin Tashfin, yang berkuasa pada tahun 500 H / 106 M.

BACA JUGA: 1.000 Drone Perkuat Pertahanan Udara, Iran Siap Perang Besar Jangka Panjang

Imam al-Dzahabi dalam kitabnya yang sama, tentang apa yang tampaknya merupakan kejadian pertama dari pembakaran buku ini, dengan mengatakan bahwa pada tahun yang sama berita tiba [di Alexandria] bahwa buku-buku al-Ghazali dibakar di al-Mirya" di Andalusia.

Salinan buku tersebut dibakar di seluruh Andalusia di bawah pengawasan "Qadi al-Jamaah" (hakim dari para hakim) Maliki, Muhammad bin Ali bin Hamdin al-Taghlibi (wafat tahun 508 H / 1114 M), yang digambarkan oleh al-Dzahabi sebagai "mengkritik Imam Abu Hamid dalam hal tasawuf, dan menulis untuk menanggapinya" (wafat tahun 538 H / 1114 M).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement