Kamis 09 Jan 2025 20:48 WIB

Adakah Orang Beriman sebelum Diutusnya Nabi Muhammad?

Sejumlah tokoh Makkah meyakini tauhid dan hidup sebelum kenabian Rasulullah SAW.

ILUSTRASI Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: AP Photo/Rafiq Maqbool
ILUSTRASI Kabah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keadaan geopolitik Arab pada masa datangnya risalah Alquran adalah diapit dua adidaya, yakni Romawi yang berkiblat pada Nasrani dan Persia yang Majusi. Romawi memiliki sekutu terdekat Arab, yakni Kerajaan Najasyi. Sementara itu, sekutu terdekatnya Persia adalah Yaman.

Dalam kondisi demikian, jejak-jejak ajaran Nabi Ibrahim dan prinsip agama yang hanif kurang menonjol karena tidak memegang kendali seutuhnya atas pengurusan Kabah.

Baca Juga

Alhasil, Baitullah itu dijejali banyak berhala dan syariat haji sama sekali melenceng dari ketentuan yang digariskan sejak Nabi Ibrahim AS.

Sebagai contoh, pada masa jahiliyah itu, orang-orang musyrik melakukan tawaf dengan bersorak-sorai dan bahkan telanjang.

Di antara tokoh-tokoh yang setia pada ajaran tauhid Nabi Ibrahim AS, yakni sebelum adanya risalah Alquran, ialah sebagai berikut: Qus bin Saidah al-Iyadi, As'ad Abu Karib al-Himyari, Ubaid bin al- Abrash al-Asadi, serta Kaab bin Luay bin Ghalib al-Quraisy. Mereka menjalankan syariat Nabi Ibrahim AS.

Misalnya, berhaji dengan semestinya ke Baitullah, mandi ketika junub, berkhitan, dan berkurban hanya untuk Allah SWT. Mereka tidak mau memakan daging kurban yang diperuntukkan berhala. Pun tidak sudi thawaf mengelilingi Ka'bah dengan niat memuja berhala dan beritual sembari telanjang.

Mereka juga gemar bersunyi diri (iktikaf) biasanya di gua-gua untuk menemukan kedamaian, menganggap haram memakan darah, daging babi, dan bangkai, serta melarang menguburkan anak perempuan (atau siapa pun) hidup-hidup.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Tak sedikit di antara para pengikut tauhid millah Ibrahim yang bisa membaca dan menulis. Bahkan, ada pula yang pakar kitabullah (ahlul kitab), walaupun tidak sampai memeluk Yahudi atau Nasrani, karena dinilainya kurang mampu melegakan dahaga batin mereka yang meyakini tauhid murni.

Kelak, Alquran sendiri menegaskan bahwa Nabi Ibrahim AS bukanlah dari golongan Yahudi maupun Nasrani. Lihat, misalnya, surat Ali Imran ayat ke-65 hingga 68.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ هَا أَنْتُمْ هَٰؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا ۗ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement