Rabu 08 Jan 2025 17:40 WIB

Wahai Para Suami, Pahami Makna Zhihar!

Suami yang melakukan zhihar berarti telah berdosa besar.

ILUSTRASI Pasangan suami dan istri.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Pasangan suami dan istri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara kebahasaan, zhihar berasal dari kata zhahr yang berarti 'punggung.' Hal itu disebabkan oleh perkataan yang sering diucapkan seorang suami saat ingin melakukan zhihar atas istrinya, "Bagiku, kamu seperti punggung ibuku."

Zhihar adalah ungkapan suami yang menyerupakan istrinya dengan salah seorang mahramnya, seperti ibu atau saudara perempuannya sendiri. Jadi, ungkapan zhihar hanya bisa berasal dari suami, bukan istri.

Baca Juga

Jika istri mengucapkan "bagiku, kamu seperti punggung ibuku" kepada suaminya, maka itu tidak dianggap sebagai zhihar.

Masyarakat Arab sebelum kedatangan dakwah Nabi Muhammad SAW menganggap zhihar sebagai sebuah cara talak. Dengan hadirnya Islam, tradisi masa Jahiliyah itu dipandang berbeda. Syariat menetapkan zhihar dengan ketentuan non-talak.

Para ulama sepakat bahwa seorang suami yang melakukan zhihar berarti telah berbuat sebuah dosa besar. Ini berdasarkan Alquran.

Artinya, "Orang-orang di antara kamu yang men-zihar istrinya, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka hanyalah perempuan yang melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun" (QS al-Mujadalah: 2).

Karena itu, seorang suami yang terlanjur melakukan zhihar sebaiknya segera bertobat kepada Allah. Kemudian, mintalah maaf kepada istri dan hendaklah kembali berbaikan.

Dua jenis

Seperti halnya talak, ungkapan zhihar juga terdiri atas dua macam, yakni sharih dan kinayah. Sharih berarti ungkapan yang tidak mengandung makna selain makna zhihar meskipun tidak disertai niat oleh orang yang mengucapkannya.

Sebagai contoh, ungkapan si suami kepada istrinya, "Bagiku, kamu seperti punggung ibuku.” Perkataan lain, meskipun tidak spesifik menyebutkan "punggung" tetap bisa dikategorikan sebagai ungkapan sharih. Misalnya, suami berkata kepada istrinya, “Bagiku, kamu seperti badan, tubuh, jasad, fisik, diri, keseluruhan ibuku.”

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Adapun bagian-bagian lain yang tidak mencakup makna punggung, bisa dikategorikan bukan zhihar. Misalnya, menyamakan hidung, mata atau alis istri dengan hidung, mata atau alis ibu. Sebab, bagian-bagian itu biasa dipuji.

Ungkapan zhihar secara sharih, baik disertai niat maupun tidak, itu termasuk zhihar. Dalam arti, si suami mengucapkan itu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta sadar terhadap makna yang ia ucapkan.

Adapun ungkapan kinayah berkemungkinan mengandung makna selain zhihar. Misalnya, perkataan-perkataan seperti "Bagiku, kamu seperti ibuku”; “Bagiku, kamu seperti saudara peremepuanku”; “Di hadapanku, kamu seperti ibu atau saudariku”; atau “Bagiku, kamu seperti mata ibuku.”

Jika suami mengucapkan kata-kata itu, maknanya berpulang kepada niat dirinya. Jika ia bermaksud zhihar, ungkapan itu seketika menjadi zhihar. Jika ia bermaksud memuji istrinya, maka itu tidak menjadi zhihar.

Zhihar juga dibedakan berdasarkan masa berakhirnya. Ada yang permanen (muabbad). Ada pula yang sementara (mu’aqqat).

Dikatakan permanen jika tidak ditunaikan kafaratnya. Zhihar menjadi muaqqat bila si suami menunaikan kafaratnya. Zhihar juga bisa muaqqat bila dibatasi waktu tertentu, seperti satu pekan atau satu bulan. Bila demikian, masa zhihar akan habis ketika tiba waktu yang telah disebutkan, tanpa harus adanya kafarat.

Konsekuensi zhihar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement