REPUBLIKA.CO.ID, Islam memberikan berbagai keringanan bagi musafir dalam melaksanakan ibadah, sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Sarwat dalam bukunya Fiqih Safar. Keringanan ini mencakup kemudahan dalam bersuci, sholat, dan puasa.
Dalam hal bersuci, seorang musafir diperbolehkan mengusap bagian atas khuf (sepatu tertutup) selama tiga hari tiga malam sebagai pengganti mencuci kaki saat wudhu. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa mengusap khuf selama perjalanan diperbolehkan.
Selain itu, tayamum hanya diperbolehkan jika tidak ada air atau sakit. Meskipun Alqur'an menyebutkan safar sebagai kondisi khusus, kebolehan tayamum lebih disebabkan oleh ketiadaan air.
Keringanan dalam sholat juga diberikan kepada musafir. Musafir diperbolehkan mengqashar shalat, yakni memendekkan rakaat shalat wajib, seperti dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 101. Selain itu, seorang musafir juga boleh menjama' atau menggabungkan dua shalat, baik saat perjalanan maupun dalam kondisi tertentu lainnya.
Kewajiban sholat Jumat juga gugur bagi musafir, berdasarkan hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa sholat Jumat tidak wajib bagi orang yang sedang bepergian. Seorang musafir juga dibolehkan melaksanakan shalat sunah di atas kendaraan tanpa harus menghadap kiblat, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat beliau melaksanakan perjalanan.
Keringanan lain yang diberikan adalah dalam menjalankan puasa. Musafir dibolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, dengan kewajiban menggantinya di hari lain. Dalam QS. Al-Baqarah: 185 dijelaskan. Rasulullah SAW sendiri terkadang berpuasa saat safar dan terkadang tidak, memberikan pilihan bagi umatnya untuk menyesuaikan dengan kondisi mereka.