Senin 09 Dec 2024 16:41 WIB

Kasus Gus Miftah, Pendakwah Diminta Harus Disertifikasi

Dia meminta agar masyarakat tidak lagi menghukum Gus Miftah.

Gus Miftah saat menyampaikan ceramah di Magelang.
Foto: Dok Istimewa
Gus Miftah saat menyampaikan ceramah di Magelang.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Penceramah kondang Miftah Maulana Habiburokhman alias Gus Miftah yang 'terpeleset' akibat pernyataan kasar dalam sebuah pengajian akbar di Magelang, Jawa Tengah, belum lama ini, dinilai harus menjadi pelajaran bagi para dai. 

Ketua Umum Masyarakat Pesantren KH Hafidz Taftazani mengungkapkan, para pendakwah, dai, penceramah ataupun mubaligh atau kiai memang suka berseloroh dalam berdakwah. Namun, jangan sampai selorohnya itu seperti apa yang dilakukan Gus Miftah. 

Baca Juga

Dia pun menyoroti pentingnya menjaga adab dan etika dalam menyampaikan dakwah. Menurut Kiai Hafidz, pendidikan budi pekerti yang dulu diajarkan di sekolah-sekolah kini semakin berkurang. Hal ini menyebabkan banyak orang, termasuk para pendakwah, penceramah, kurang memperhatikan sopan santun dalam berkomunikasi.

"Maka di sini diperlukan sertifikasi bagi para pendakwah, dai, penceramah atau mubaligh, sehingga dalam menyampaikan dakwah diisi dengan seloroh yang santun dan tidak menyinggung orang lain," ujar Kiai Hafidz dalam keterangannya di Jakarta, Senin (9/12/2024). 

Kontroversi yang menimpa Gus Miftah tidak hanya berdampak pada dirinya sendiri, tetapi juga pada dunia dakwah secara keseluruhan. Peristiwa ini dapat membuat masyarakat menjadi lebih skeptis terhadap para pendakwah dan mengurangi minat mereka terhadap agama.

Untuk mengatasi masalah ini, Kiai Hafidz juga menyarankan beberapa hal, yaitu peningkatan kualitas pendidikan agama. "Pendidikan agama harus lebih menekankan pada nilai-nilai akhlak dan etika. Misal pendidikan di pesantren, para Santri mempunyai adab dan etika tinggi kepada para Kiyai. Para Santri yang melihat sandal di masjid akan membalikan sandal (menghadapkan) ke arah yang mudah dipakai bagi pemiliknya," kata dia. 

Beberapa waktu lalu, Kiai Hafidz juga pernah mengusulkan tentang sertifikasi bagi para imam, penceramah, dai, maupun mubaligh. Menurut dia, hal ini sangat mendukung Kementerian Agama (Kemenag) maupun negara dalam rangka mencegah tindakan radikalisme di Indonesia.

Alasan dirinya memberikan usulan soal sertifikasi bagi para imam, penceramah, dai maupun mubaligh adalah bahwa, sertifikasi merupakan hal yang lazim bagi dunia keilmuan dimana saja di seluruh dunia.

"Sertifikat di dunia keilmuan, intelektual, pendidikan, itu adalah hal-hal yang biasa, tapi setelah berbunyi sertifikasi bagi para penceramah seperti ada satu pengertian yang ekstrem sehingga belum sampai kepada pelaksanaanya sudah banyak yang menolak,” jelas Kiai Hafidz.

Padahal, lanjut dia, selama ini Robitoh Alam Al Islami, di Arab Saudi, setiap tahun mengundang mubaligh-mubaligh dari beberapa negara untuk disertifikasi. Mereka selama enam bulan berada di Arab untuk disertifikasi.

“Universitas Al Azhar dan lainnya juga mengundang mubaligh-mubaligh dari Indonesia. Selama 6 bulan maupun 3 bulan disana , diadakan sertifikasi. Artinya latihan dakwah disana selama tiga bulan langsung diberikan sertifikat,” ucap Kiai Hafidz.

Selain itu, kata dia, seorang penceramah atau mubaligh juga harus menguasai ayat-ayat dakwah dan ayat-ayat akidah. “Jangan yang dihafalkan ayat-ayat jihad saja. Ayat-ayat jihad itu kan hanya dikeluarkan memang disuruh pada saat kita berjihad,”tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement