Kamis 05 Dec 2024 13:10 WIB

Kisah Mahasiswi Katolik di Kupang, Aktif di IMM dan Kokam

Ini menjadi sebuah bukti, betapa inklusifnya kampus Muhammadiyah.

Afra Asmici Dian
Foto: republika hasanul rizqa
Afra Asmici Dian

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) selalu siap sedia di setiap acara Persyarikatan, termasuk penyelenggaaan Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah. Forum tersebut digelar di kompleks kampus Universitas Muhammadiyah (UM) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), 4-6 Desember 2024.

Ada yang cukup unik di momen kali ini. Tidak seperti biasanya, KOKAM di NTT juga diisi anak-anak muda dari kalangan non-Muslim.

Baca Juga

Salah satunya adalah Afra Asmici Dian (24 tahun). Mahasiswi UM Kupang ini mengaku bergabung dengan KOKAM atas dasar motivasi sendiri, tanpa "bujuk" apatah lagi paksaan pihak lain.

"Yang memotivasi saya karena Muhammadiyah sendiri memiliki keterbukaan untuk semua, tanpa memandang agama. KOKAM terbuka untuk semua, terutama yang punya semangat rela berkorban dan kontribusi sosial," ujar Afra Asmici Dian kepada Republika di UM Kupang, Kamis (5/12/2024).

Seperti kawan-kawannya yang para personel KOKAM, ia pun terjun untuk mengamankan penyelenggaraan Tanwir dan Milad Muhammadiyah di kampus ini. Afra mengaku senang dan sekaligus bangga lantaran bisa menunaikan tugas ini.

Terlebih lagi, pada Rabu (4/12/2024) lalu Presiden Prabowo Subianto membuka langsung Tanwir dan Milad Muhammadiyah 2024. Gadis asal Flores, Manggarai Timur, itu sangat senang lantaran bisa melihat langsung Kepala Negara.

"Selama ini menyaksikan beliau di TV. Puji Tuhan, bisa melihat langsung," kata mahasiswi Katolik ini.

Sebelum bergabung dengan KOKAM, dirinya juga sempat aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pada semester awal di UM Kupang. Menurut Afra, lingkungan kampus Muhammadiyah ini sangat inklusif untuk semua kalangan, tanpa memandang identitas agama atau suku. Suasana setempat juga begitu kondusif untuk belajar dan mengembangkan diri.

Ketika ditanya tentang pengalamannya selama kuliah di UMK senyum lebar merekah dari bibirnya. Sebab, dirinya yang merupakan Jemaat Katolik bisa diterima dengan hangat di UMK yang notabene adalah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Islam.

“Kami merasa senang di sini. Bisa diterima dengan baik, teman-teman kita saling bantu dan akrab,” katanya.

Ikut AIK

Tiap perguruan tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah (PTMA) menyelenggarakan matakuliah wajib Agama Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Begitu pun di UM Kupang.

Untuk diketahui, sekira 80 persen dari total 8.800 mahasiswa UMK Kupang adalah non-Muslim. Bagaimanapun, tak ada perkecualian terkait penyelenggaraan AIK.

Afra pun mengikuti matakuliah AIK di kampus ini. Ia mengaku tidak begitu mengalami kesulitan ketika belajar AIK. Salah satu yang cukup menarik baginya ialah mengenal bahasa Arab.

“Itu tulisannya (bahasa Arab) yang panjang-panjang garis-garis (hijaiyah) agak susah, tapi dukungan kita punya teman ada dan mereka baik-baik,” imbuhnya.

Belajar mata kuliah AIK menurut Afra tidak soal nilai, tetapi lebih pada pengalaman mengenal Islam. Lebih dari itu, seluruh dosen setempat juga mengamalkan toleransi dan tenggang rasa.

“Di Muhammadiyah, kita diterima dengan baik, tidak hanya ucapan kita bersama-sama dengan melakukan,” ungkap putri pasangan Phlipus Jemurut dan Yustina Linas ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement