Senin 18 Nov 2024 21:19 WIB

Kisah KH Ahmad Dahlan Membetulkan Arah Kiblat

Sang pendiri Muhammadiyah saat itu hadapi tantangan, kekolotan sebagian masyarakat.

KH Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah
Foto: dok ist
KH Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 1888 M, KH Ahmad Dahlan kembali ke Yogyakarta usai bertahun-tahun menimba ilmu di Tanah Suci. Lelaki yang lahir dengan nama Muhammad Darwisy itu membawa tekad untuk berdakwah dan menghadirkan perubahan nyata di tengah masyarakat demi kemajuan Islam.

Salah satu langkah penting yang diambilnya ialah meluruskan arah kiblat. Menurutnya, arah kiblat sebagian besar masjid di Yogyakarta—termasuk Masjid Agung milik Keraton—tidak tepat menuju ke arah Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Hal itu pun berdasar pada ilmu falak dan ilmu bumi yang diperolehnya selama menuntut ilmu di Haramain.

Baca Juga

Karena itu, Kiai Ahmad Dahlan berupaya meyakinkan tokoh-tokoh agama di Yogyakarta. Ia pun mengajak mereka untuk berdiskusi tentang arah kiblat di masjid-masjid.

Sayangnya, ajakan dan penjelasan ilmiah tidak membuat mereka berubah pendirian. Bahkan, ada pula yang menuduhnya hendak mengubah “tradisi” Islam setempat.

Kiai Ahmad Dahlan tidak menyerah. Ia lalu menerapkan sendiri pembetulan arah kiblat di Langgar Kidul (Mushala Selatan), tempatnya mengajar.

Lambat laun, perbuatan sang kiai menjadi bahan gunjingan orang-orang, khususnya sebagian warga Kampung Kauman Yogyakarta.

Ikhtiar Kiai Dahlan tak henti. Ia lalu menyuruh sejumlah santrinya untuk mendirikan shalat di masjid Agung sesuai arah kiblat yang tepat.

Pada suatu malam, para muridnya itu berjalan menuju tempat ibadah milik Keraton Yogyakarta tersebut. Setiba di sana, mereka dengan sigap membuat garis putih, pertanda saf, yang sesuai dengan arah kiblat.

Masjid Agung, sebagaimana masjid-masjid lainnya di Yogyakarta kala itu, mengarah ke barat sehingga tidak tepat menuju arah Ka’bah yang 24 derajat arah barat laut. Dengan membuat saf yang betul searah kiblat, santri-santri Kiai Dahlan itu berharap kaum Muslimin dapat shalat secara lebih baik.

Namun, tindakan para pemuda itu—yang diketahui dan direstui sang guru—justru menggemparkan masyarakat dan kalangan Keraton.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement