REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Perang Badar pecah, kemenangan ternyata berada di pihak kaum Muslim Madinah. Abbas bin Abdul Muthalib termasuk ke dalam para tawanan perang yang digiring menghadap Rasulullah.
Saat tiba gilirannya, Abbas menyatakan, di hadapan Nabi bahwa dirinya terseret dalam perang ini lantaran posisinya di kalangan elite musyrik Quraisy, bukan lantaran bahwa dirinya mengkhianati rasa sayangnya terhadap keponakannya itu. Namun, Rasulullah tak membeda-bedakan pamannya tersebut di antara sesama tawanan perang.
Abbas tetap diborgol dan mengalami kurungan. Sebagaimana para tawanan lain, Abbas pun diharuskan menebus dirinya. Nabi ingin menunjukkan kepada para pengikutnya, bahwa Islam tak membeda-bedakan antara kerabat pemimpin dan orang biasa.
Termasuk ketika Nabi Muhammad menyadari rintihan Abbas pada suatu malam di penjaranya. Ternyata, pergelangan tangan pamannya itu diikat terlalu kuat oleh buhul. Rasulullah sampai-sampai tak bisa tidur pada malam itu memikirkan nasib pamannya.
"Wahai Nabi Allah, sudah larut malam, engkau belum tidur?" kata salah seorang sahabat.
"Aku mendengar rintihan Abbas," jawab Rasulullah.
Maka, sahabat itu pergi hendak melonggarkan ikatan pada pergelangan tangan Abbas, tetapi Rasulullah segera memerintahkan agar hal yang sama juga dilakukan kepada seluruh tawanan.