Kamis 31 Oct 2024 07:33 WIB

Sejarah Produksi Gula dalam Peradaban Islam

Teknologi pengolahan gula dalam khilafah diperluas dengan kemajuan ilmu.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Gula (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Gula (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  Sejarah produksi gula dalam peradaban Islam sendiri sangat menarik untuk diulas. Pasalnya, umat Muslim turut berperan besar dalam menyebarkan dan mengembangkan teknologi pengolahan gula.

Islam mengenal gula dari India, yang telah mengembangkan teknik ekstraksi gula dari tebu sejak lama. Ketika Khilafah Islam menyebar hingga Asia Selatan, teknologi dan keterampilan ini pun diserap dan dikembangkan lebih lanjut.

Baca Juga

Tanaman gula tebu telah dikembangkan sejak 10 ribu tahun SM. Gula tebu diperkirakan pertama kali digunakan oleh manusia di Polinesia, kemudian menyebar ke India.

John F Robyt (1998) mengungkapkan, ada dua tempat asal tanaman gula tebu, yakni Pasifik Selatan dan Timur India. Ketika revolusi pertanian Muslim terjadi, para pengusaha Muslim lalu mengadopsi teknik produksi gula dari India. Industri gula pun mulai berkembang pesat seiring dibangunnya penyulingan gula oleh para insinyur Muslim. 

Ekspansi bangsa Arab pada abad ke-7 Masehi merupakan titik balik bagi penyebaran rahasia gula. Ketika mereka menaklukkan Persia pada tahun 642 Masehi, mereka menemukan perkebunan gula tebu dan belajar cara membuat gula.

Pabrik penyulingan gula yang tersebar di Pakistan, Afganistan, dan Iran mulai beroperasi sejak abad ke-9 M. Pabrik penyulingan gula pertama dalam peradaban Islam itu digerakkan oleh energi yang berasal dari kincir air dan kincir angin.

Peradaban Islam yang mencerminkan masyarakat Arab dicatat sebagai peletak dasar industri gula. Masyarakat Muslim tidak hanya menguasai penggilingan dan penyulingan gula saja. Pabrik dan perkebunan gula dunia di era keemasan didominasi umat Islam.

Dalam peradaban Islam, gula diekstrak dari tebu, yang kemudian difermentasi, disaring, dan dipanaskan untuk menghilangkan air. Teknologi penyulingan yang mereka gunakan jauh lebih maju pada masanya dibandingkan dengan wilayah lain, memungkinkan pengolahan gula dalam jumlah besar dan kualitas lebih baik.

Teknologi pengolahan gula dalam khilafah diperluas dengan kemajuan dalam ilmu kimia dan farmasi. Ahli kimia Muslim seperti Jabir ibn Hayyan mengembangkan berbagai alat distilasi dan teknik ekstraksi yang turut memperkaya proses produksi gula. 

Menurut Ensiklopedia Tematik Dunia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH), catatan seputar geliat industri gula di era keemasan terekam dalam risalah bertajuk Nihaya Al-Arab fi Funun Al-Adab (Puncak Kemahiran dalam Seni Adab).

Risalah karya Ahmad An Nuwairi (wafat 1332 M) itu, selain mengupas teknik dan cara pembuatan gula, kitab itu juga membahas tata cara menanam gula tebu. Sebelum tebu ditanam, menurut An Nuwairi, lahan yang akan ditanami harus diolah dengan menggunakan bajak berat (maharit kibar).

Pengolahan gula pada masa itu tidaklah mudah. Diperlukan penguasaan dan keahlian teknologi dalam mengembangkan kan tebu hingga mengolahnya menjadi gula. Sebab, pengolahan tebu menjadi gula harus menempuh proses kimia.

Untunglah, peradaban Islam pada era itu telah menguasai teknologi kimia. Penanaman tebu membutuhkan areal yang sangat luas. Selain itu juga membutuhkan jaringan irigasi yang baik.

Tak heran, jika pada masa itu, pengembang dan industri gula tak bisa dilakukan oleh petani berukuran kecil. Oleh karena itu, penanaman dan pengolahan komoditas pertanian yang penting itu ditangani oleh pemerintah.

Pada awalnya, industri gula ditopang perkebunan tebu di Faris dan Al Ahwaz. Setelah itu, berkembang ke wilayah Laut Tengah. Pada akhir abad ke-14 M, perkebunan gula tebu juga telah berkembang luar biasa di Andalusia dan Al Garve.

Wilayah kekhalifahan Islam yang terkenal sebagai produsen utama gula diantaranya adalah Mesir. Di negeri Piramida ini, tebu ditanam secara luas, dan Mesir menjadi salah satu pusat industri gula terbesar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement