Rabu 30 Oct 2024 05:49 WIB

MUI Dukung Kejagung Usut Tuntas Mafia Peradilan

MUI menilai kasus dugaan mafia peradilan ini telah mencoreng reputasi MA.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas.
Foto: Darmawan/Republika
Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penemuan timbunan uang senilai hampir Rp 1 triliun dan logam mulia berbobot 51 kilogram di rumah seorang mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) mengejutkan publik. Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengendus bahwa harta dalam jumlah fantastis itu merupakan hasil praktik mafia pengurusan perkara di lingkungan pengadilan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengapresiasi langkah sigap Kejakgung yang telah menyita harta mencurigakan itu dari rumah mantan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), beberapa waktu lalu. Menurut Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas, pengusutan kasus ini penting sebagai sebuah upaya memberantas praktik mafia hukum di Indonesia.

Baca Juga

"MUI memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kejaksaan Agung yang telah menyita uang tunai sebesar Rp 920 miliar dan emas batangan seberat 51 kg di rumah mantan pejabat MA," kata Buya Anwar Abbas kepada Republika, Rabu (30/10/2024).

Menurut keterangan pihak Kejakgung, harta yang ditemukan di kediaman ZR itu terkait tindakan kongkalingkong perkara di MA. Diduga, ZR telah bertindak sebagai makelar kasus sejak tahun 2012 hingga 2022.

"Ini jelas-jelas merupakan tindakan yang sangat-sangat tidak berakhlak dan tidak bermoral yang telah dilakukan oleh orang-orang yang tahu dan mengerti tentang hukum," ucap Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini.

Buya Anwar mengecam adanya para aparat yang semestinya bertugas menegakkan keadilan, tetapi mereka justru memperjualbelikan hukum demi kepentingan pribadi. Kasus ZR, yang masih berkaitan dengan perkara Gregorius Ronald Tannur, sesungguhnya telah mengotori citra MA.

"Nama baik Mahkamah Agung benar-benar tercoreng karena di lembaga tempat rakyat mencari dan menaruh harapan untuk mendapatkan keadilan, ternyata di sana terdapat orang-orang yang rakus dan tamak. Mereka memperlakukan hukum sebagai komoditas," kata Buya Anwar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement