REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Syekh Abu Bakar At-Thurthursi di dalam kitabnya "Siraj As Salikin" mengatakan tentang batasan taubat, yakni meninggalkan perbuatan dosa demi mengagumkan Allah SWT dan menghindari amarah Allah SWT. Menurutnya taubat memiliki empat syarat.
Pertama, meninggalkan tindakan memilih dosa. Seseorang harus membersihkan hatinya dan membersihkan azamnya untuk tidak kembali kepada dosa sama sekali.
Adapun jika ia meninggalkan dosa sementara di dalam hatinya mungkin ingin kembali kepadanya atau tidak memiliki azam mungkin ragu-ragu, maka bisa terjadi ia akan kembali dan ia tidak menolak dosa serta tidak bertaubat darinya.
Kedua, Hendaklah ia bertaubat dari dosa semisalnya yang sudah pernah ia lakukan. Jika ia tidak pernah melakukan dosa semisalnya, maka ia disebut melakukan tindakan preventif (menghindari), tidak disebut taubar.
"Ini berlaku terhadap Rasulullah yang menghindari kekufuran," tulis At-Thurthursi.
Menurutnya, tidak tepat apabila dikatakan beliau bertaubat dari kekufuran, karena beliah tidak pernah sama sekali melakukan kekufuran. Sementara Umar Bin Khattab disebut bertaubat dari kekufuran karena ia pernah melakukan hal tersebut sebelumnya.
Ketiga, dosa yang ditinggalkan semisal dalam tingkatan dan derajatnya bukan di dalam bentuknya. Tidakkah engkau perhatikan seseorang kakek yang sudah tua renta yang pernah melakukan zina dan menjambrer di jalan.
"Jika ia ingin bertobat dari hal itu maka memungkinkan baginya untuk bertaubat," katanya.
Sudah pasti itu jadi sebab pintu taubat baginya belum tertutup, akan tetapi ia tidak memungkinkan melakukan zina atau menjambret. Sebab Ia sudah tidak mampu melakukan hal itu sekarang, Ia tidak mampu melakukan hal tersebut sehingga tidak tepat dan tidak benar, ia disebut meninggalkannya atau menghindarinya.
"Karena Ia memang tidak mampu dan tidak memungkinkan," katanya.
Akan tetapi ia mampu melakukan sesuatu seperti zina atau menjambret di jalan dalam hal tingkatan dan derajatnya seperti halnya berbohong atau menuduh orang zinah atau melakukan riba. Sebab semua itu merupakan tindakan maksiat yang sederajat, meskipun dalam dosa terkait dengan hak adami berbeda-beda atau bertingkat-tingkat satu dengan lainnya
Semua kemaksiatan cabang (furu, bukan inti) berada dalam suatu tingkatan kuburan. Karena itu baginya bataubat dari zina dan menjambret serta semua dosa yang ia tidak mampu melakukan sepertinya saat ini dalam hal bentuknya secara lahiriyah.
Keempat, hendaklah ia meninggalkan dosa dalam rangka mengagungkan Allah dan menghindari amarah dan siksanya yang pedih. Lakukan itu semata-mata karena hal tersebut bukan karena ambisi duniawi atau karena takut kepada manusia, mencari pujian, jabatan, mencari nama baik.
Bertaubat, juga buka karena tidak berdaya di dalam jiwanya, takut kemiskinan, terhina atau lainnya. Karena hal ini menjadi syarat taubat dan rukunnya.
"Jika engkau telah mewujudkannya dan menyempurnakannya maka itu adalah taubat yang hakiki dan tulus," katanya.